![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/jalan-tol-jogja-BPJT-825x464.jpeg)
Pemerintah melakukan pemangkasan anggaran drastis sebesar Rp 81.38 triliun di Kementerian Pekerjaan Umum dari anggaran awal mencapai Rp110,95 triliun. Pemotongan anggaran ini ditengarai akan berdampak pada kelanjutan proyek pembangunan jalan, perbaikan jalan yang rusak, jalan tol, proyek waduk dan bendungan untuk keperluan irigasi. Meski sudah ada skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) berdasarkan Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015 dalam hal pembangunan infrastruktur, namun diperlukan penataan ulang skema kerja sama, terkait hak dan kewajiban antara pemerintah dan swasta akibat menurunnya setoran modal dari pemerintah.
Pakar Kebijakan Publik UGM, Agustinus Subarsono, Ph.D., mengatakan adanya skema KPBU selama ini menjadikan proyek-proyek infrastruktur bisa berjalan karena dana proyek bukan saja ditopang oleh dana pemerintah tetapi juga oleh dana Badan Usaha seperti dari BUMN, BUMD atau Badan Usaha Swasta. Namun adanya kebijakan pemangkasan anggaran ini akan berdampak bagi perencanaan dan kelanjutan proyek infrastruktur di seluruh Indonesia.
“Adanya proyek-proyek yang sedang berjalan dan perubahan kebijakan pemerintah terkait efisiensi anggaran, maka yang bisa ditempuh agar proyek tetap jalan adalah menata ulang skema kerjasama, mendefinisikan ulang hak dan kewajiban masing-masing pihak,” kata Subarsono, Kamis (13/2).
Menurut Subarsono, dampak kebijakan pemangkasan anggaran di Kementerian PU ini menjadikan setoran modal dari pemerintah dalam skema KPBU menjadi berkurang. Menurutnya pihak swasta perlu diberikan insentif. “Saya kira pihak swasta perlu diberi insentif tambahan, misalnya durasi mengelola proyek ditambah sekian tahun, karena sektor swasta perlu menambah modal,” ujarnya.
Kelanjutan adanya sinergi antara pemerintah dan swasta menurut Subarsono sangat diperlukan untuk pembangunan infrastruktur apalagi kebutuhan infrastruktur semakin banyak seiring dengan bertambahnya jumlah dan kebutuhan penduduk. “Adanya keterbatasan anggaran pemerintah, mobilisasi dana dari swasta adalah salah satu strategi untuk percepatan pembangunan infrastruktur,” paparnya.
Namun yang tidak kalah penting, imbuhnya, tuntutan akan kualitas infrastruktur ke depan juga semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya pendidikan masyarakat Indonesia. “Kita perlu mengakui bahwa pada umumnya sektor swasta lebih maju (advanced) dalam teknologi dan manajemen daripada sektor publik, sehingga bermitra dengan sektor swasta juga akan memberikan sharing pembelajaran bersama terutama bagi pemerintah,” pungkasnya.
KPBU merupakan salah satu sarana untuk memobilisasi dana dari badan usaha atau sektor swasta. Disamping itu, dengan model KPBU akan mengurangi peran negara di sektor pembangunan infrastruktur. Subarsono menyebutkan, berdasarkan pengalaman di negara-negara Eropa Barat, public private partnership (PPP) dapat mempercepat pembangunan karena pemerintah bisa mengalokasikan dana yang terbatas untuk melaksanakan pembangunan dengan ditopang oleh modal sektor swasta. Pembangunan di beberapa sektor dapat berjalan ketika ada dukungan dana dari sektor swasta di tengah keterbatasan modal pemerintah. “Cara ini saya pikir lebih baik, daripada proyek berhenti. Dengan dukungan dana semakin besar karena topangan dana dari badan usaha, maka kualitas infrastruktur juga akan lebih baik dibandingkan jika dibangun hanya dengan dana dari pemerintah yang terbatas,” katanya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : BPJT Kementerian PU