
Angka kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) terus meningkat. Tercatat setidaknya 43 juta orang dilaporkan meninggal dunia setiap tahunnya karena penyakit tidak menular. Berdasarkan data Kemenkes RI, PTM menyumbang lebih 75 persen penyebab kematian. Bahkan banyak negara bahkan di Indonesia, dilaporkan kekurangan pendanaan dalam penanganan penyakit tidak menular.
Prof. dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH, Ph.D, Guru Besar Bidang Ilmu Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular FK-KMK UGM, menuturkan tingginya penderita PTM disebabkan oleh beberapa hal yakni gaya hidup yang tidak sehat, kurang berolahraga, mengkonsumsi minuman manis hingga kurangnya upaya promosi kesehatan. “Sehat itu sebetulnya bisa dirancang bukan kebetulan,” kata Fatwa Sari, Kamis (18/9) di Kampus UGM.
Ia mengutip dari hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan hampir 1 dari 3 orang dewasa (30,8%) masih menderita hipertensi, dan hanya sekitar 18,9% saja yang hipertensinya terkendali. Menurutnya, data tersebut menunjukkan adanya jurang lebar antara diagnosis dan pengobatan. Sementara konsumsi minuman manis juga tinggi dengan hampir setengah populasi (47,5%) mengonsumsi minuman manis paling tidak sekali sehari. Belum lagi soal beban kebiasaan merokok yang masih tinggi, tercatat sekitar 1 dari 4 orang usia 15 tahun ke atas adalah perokok (24,7%). “Angka-angka ini menegaskan pada kita bahwa layanan kuratif dan deteksi dini tidak cukup, tanpa upaya promosi kesehatan kuat, berdampingan dengan preventif dan kuratif,” ujarnya .
Karena itu, ia sepakat upaya-upaya promotif sebagai hal utama yang bisa dilakukan agar bisa menjadikan sehat sebagai suatu pilihan yang mudah. Pilihan antara mengobati yang sakit (kuratif) dan mencegah melalui skrining (preventif) masih menjadi dilema hingga saat ini. Menurut Fatwa, keduanya penting namun agar angka penyakit tidak menular (PTM) benar-benar turun diperlukan satu upaya lagi melalui tindakan promotif. “Promotif bukan melulu kampanye. Ini menyangkut soal lingkungan pendukung hidup sehat yakni ketersediaan makanan atau minuman yang lebih sehat, ruang publik yang mendukung aktivitas fisik, kawasan tanpa rokok yang nyaman, dan informasi gizi yang gampang dipahami,” ujarnya.
Fatwa membandingkan di banyak negara menunjukkan, ketika lingkungan berubah, maka perilaku pun ikut berubah, tanpa perlu menyalahkan pihak mana pun.
Selain itu, diperlukan pendekatan sinergis antar pelaku usaha agar mau diajak berinovasi dengan harapan konsumen mendapat informasi jelas dan pilihan hidup sehat. Sementara dari pemerintah tetap bisa menjaga pelaksanaan kebijakannya secara adil. “Pendek kata, diperlukan pendekatan yang sinergis antara pelaku usaha yang diajak berinovasi sehingga konsumen yang mendapat informasi jelas dan pilihan sehat,” ungkapnya.
Fatwa menuturkan ada tiga alasan tindakan promotif perlu didorong untuk menurunkan angka kejadian PTM. Pertama, selain berdampak luas, tindakan promotif dinilai murah dan bersahabat dengan pelaku usaha. Berdampak luas karena kebijakan-kebijakan yang disampaikan dari tindakan promotif menyentuh kehidupan masyarakat keseharian. Misal soal label gizi yang jelas, penggunaan porsi gula yang lebih rendah, soal ruang publik untuk ramah pejalan kaki. Hal-hal semacam ini tentu berdampak pada banyak orang sekaligus. “Akibatnya akan lebih banyak orang yang tetap sehat dalam waktu yang lebih lama. Mati itu pasti, setiap orang akan mati, namun menikmati hidup dengan kualitas hidup yang tinggi dan berakhir dengan masa sakit yang pendek dan mati, tentu menjadi harapan semua orang,” jelasnya.
Kedua, Murah. Menurut Fatwa, saat pilihan yang sehat lebih mudah diakses maka rumah tangga-rumah tangga tak perlu “membeli” kesehatan dengan biaya mahal, melainkan telah menjadi bagian dari gaya hidup kekinian yang menyenangkan. Kemudian ketiga, pemerintah perlu menggandeng pelaku usaha. Pasalnya, kata Fatwa, saat ini dominan jenis usaha yang ramai dan menguntungkan secara bisnis adalah usaha yang tak mendukung kesehatan. “Pemerintah dalam hal ini dapat menetapkan arah dan standar sehingga industri dapat terus berinovasi di dalam koridor terstandar, dan hasilnya pasar sehat, serta membuat ekonomi yang tetap tumbuh,” ucapnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Freepik