Antropolog forensik, Prof. Etty Indriati, menulis buku berjudul “Mengenal Pelecehan Emosional dan Proses Pemulihannya”. Dalam kegiatan Bedah Buku yang digelar di Perpustakaan UGM, Rabu (29/11), ia menjabarkan isi buku ini, termasuk menjelaskan jenis-jenis dan pola pelecehan emosi.
“Pelecehan jenisnya bermacam-macam, ada pelecehan emosi, pelecehan seksual, atau kekerasan fisik. Kalau kekerasan fisik meninggalkan luka memar atau lebam, tidak demikian halnya dengan pelecehan emosi. Secara fisik tidak terlihat karena yang terluka batinnya,” terang Ety.
Ety menuturkan, pelecehan emosi memang sering kali tidak disadari. Orang yang mengalami pelecehan emosi sering kali mengalami keraguan apakah pengalamannya masih dapat dikategorikan sebagai perilaku yang wajar atau telah menjurus ke arah pelecehan. “Sering kali orang justru meragukan diri sendiri, apakah ia hanya mengada-ada, apakah itu sebenarnya adalah hal yang normal. Tapi ilmu pengetahuan berkembang terus, dan apa yang dulu mungkin dianggap oke sekarang tidak lagi,” tuturnya.
Pelecehan emosi, menurut Ety, adalah pola yang konsisten berupa kontrol, kuasa, dominasi dan manipulasi dengan cara merendahkan, mendiamkan, mengabaikan, menyindir, menyalahkan, mencurigai, melalui perbuatan dan atau kata-kata, yang diselingi kebaikan yang manis supaya penyintas bingung dan tetap tinggal dalam relasi. Pola ini umumnya bertahap, halus, dan tersembunyi sehingga sulit dideteksi
Manipulasi emosi dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan menunjukkan sikap baik secara berkala untuk mendapatkan apa yang diinginkan; mengaburkan masalah dan menggunakan emosi korban sebagai senjata untuk menyerang; serta gaslighting atau menciptakan realita palsu yang membingungkan korban.
“Pelaku pelecehan emosi tak hanya lihai memanipulasi dengan kata-kata supaya korbannya merasa bersalah padahal pelaku yang salah, tapi juga menyangkal tidak melakukan, lalu menyerang dengan menggeser fokus kembali korbannya, menuduh korbannya tidak stabil, memposisikan dirinya sebagai korban, lalu menyerang dengan menyatakan bahwa pelaku berperilaku demikian karena korbannya lah yang menyebabkannya,” paparnya.
Ety melanjutkan, pelecehan emosi dapat diatasi dengan sejumlah langkah, salah satunya berlatih membangun batasan dengan berani berkata tidak kepada orang lain, berani berkata ya pada diri sendiri, dan berlatih asertif. Selain itu, dukungan teman atau komunitas juga menjadi hal yang penting untuk meringankan beban emosi.
Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., dalam kesempatan ini menegaskan bahwa UGM berkomitmen untuk memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan para sivitasnya. Hal ini juga sejalan dengan komitmen UGM terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs).
“Pendidikan bukan hanya tentang produksi atau konsumsi pengetahuan. Sering kali pendidikan dimaknai kami bisa apa dan kemudian menjadi apa, tanpa memperhatikan dalam pendidikan ada aspek yang sangat penting yaitu well being mereka yang belajar,” tuturnya.
Penulis: Gloria
Fotografer: Firsto