Menanggapi isu terkait dengan soal penggunaan ruangan di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, tim dari GIK menggelar sosialisasi terkait dengan Standard Operating Procedure (SOP) penggunaan ruangan, Selasa (3/9), di Student Center GIK UGM. Dalam sosialisasi ini berbagai pertanyaan dan masukan dari pihak-pihak terkait, termasuk mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Garin Nugroho, selaku Chief Program Officer GIK UGM, menyampaikan bahwa bangunan GIK masih 40 persen dan sisanya masih pada proses finishing, sehingga ia juga menekankan bahwa GIK belum melakukan serah terima dengan Kementerian PUPR RI. “Sekarang masih hanya ada empat ruang yang bisa digunakan, dan pada bulan September-Oktober ini merupakan fase transisi yang mana akan dilakukan uji coba pada ruangan di GIK,” ucapnya.
Garin juga menekankan bahwa uji coba kerjasama dengan mitra dengan UGM tentu perlu adanya masukan, kritik, dan penyesuaian lantaran ruang-ruang ini belum digunakan dengan semestinya. “Karena nantinya akan ada berbagai program yang akan dijalankan disini, kita perlu menggarap SOP nya. Maka kita yang sedang berkumpul disini perlu berdiskusi untuk mencapai kesepakatan bersama,” ujar Garin.
Pada sesi diskusi, perwakilan dari BEM KM UGM mengungkapkan kekhawatirannya mengenai pergeseran signifikan dari penggunaan gedung lama ke gedung baru di GIK. Menurutnya, meskipun saat ini seharusnya GIK dirancang sebagai public space (ruang publik) yang menghubungkan seluruh akademisi di UGM, belum terlihat adanya benang merah yang jelas bagi UKM ataupun mahasiswa untuk bisa terhubung.
Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Bambang Paningron, selaku Head of Community & Experience GIK UGM, “Memang ada ruang yang memang harus didedikasikan untuk mahasiswa, namun keputusan tentang ruang ini memerlukan waktu dan proses yang tidak bisa diputuskan secara instan,” katanya.
Bambang mengakui bahwa SOP memang telah disusun sebelumnya, namun pertemuan ini merupakan kesempatan untuk mendapatkan persetujuan dan masukan dari mahasiswa mengenai draft SOP. Konsep keterbukaan GIK yang menjadikan seluruh pagar terbuka dimaksudkan untuk menciptakan ruang yang sangat fungsional dan memungkinkan mahasiswa untuk terlibat lebih aktif. “Meskipun pertemuan ini tidak dapat menyelesaikan SOP secara keseluruhan, dialog ini diharapkan dapat memperbaiki proses dan implementasi kedepannya,” katanya.
Pertanyaan terkait dengan pendanaan dan penggunaan ruang juga menjadi perhatian. Tim GIK menyebutkan bahwa sebagian besar ruang di GIK akan didanai oleh Ditmawa (Direktorat Kemahasiswaan) dan hanya acara komersial yang memerlukan sponsor yang akan memiliki skema pendanaan berbeda. “Gedung ini hanya 20% digunakan untuk kegiatan komersial, sementara 70% pendanaannya berasal dari sumber lain, termasuk kerjasama dengan institusi,” imbuh Garin Nugroho.
Soal kuota ruang untuk UKM dan kurasi kebutuhan ruang, tim GIK mengungkapkan bahwa tidak ada kuota khusus yang diberikan kepada UKM, melainkan akan dilakukan kurasi berdasarkan kebutuhan dan jenis kegiatan yang diajukan. Hal ini bertujuan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan di ruang GIK dapat memberikan manfaat optimal sesuai dengan tujuan GIK itu sendiri.
Pertemuan antara manajemen GIK dan UKM ini merupakan langkah awal untuk menjembatani kesenjangan antara perencanaan dan implementasi SOP GIK. Dialog terbuka seperti ini diharapkan dapat memperbaiki proses serta meningkatkan keterlibatan seluruh pihak dalam menggunakan dan memanfaatkan ruang di GIK dengan lebih efektif. GIK juga berupaya untuk mempertahankan nilai dari gedung GIK lama agar beradaptasi dengan kebutuhan GIK baru akan terus dikembangkan.
Penulis : Lintang
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie