Intensitas hujan yang begitu tinggi melanda Kota Barat, Gorontalo menyebabkan banjir setinggi 1,5 meter di pemukiman warga pada Rabu (10/7) lalu. Sebanyak 7 kelurahan terendam banjir, yakni Dembe I, Pilolodaa, Lekobalo, Buliide, Tenilo, Molosipat W, dan Bulado. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 4.686 rumah warga terendam banjir. Bencana menyebabkan aliran listrik dan air terhenti sementara. Akibatnya, sebagian besar masyarakat harus mengungsi ke area perbukitan yang lebih tinggi.
Tim KKN-PPM UGM Kerabat Kota Barat yang ditugaskan di Desa Lekobalo dan Pilolodaa, Kota Barat, Gorontalo turut terdampak akibat bencana banjir ini. Upaya evakuasi, revitalisasi, dan penyaluran bantuan terus dilakukan. Kini, meskipun banjir telah surut di beberapa area, Tim Mahasiswa KKN-PPM tetap membantu korban banjir di sejumlah pengungsian, khususnya di area Kelurahan Lekobalo. BNPB mendirikan setidaknya 59 titik pengungsian bagi 7.486 warga. “Akibat banjir ini warga jadi terisolasi karena tidak ada akses, jadi kami membantu menyalurkan bantuan BNPB seperti makanan,” papar Rifal, ketua Tim KKN UGM Kerabat Kota Barat dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (25/7).
Selama banjir terjadi, Tim SAR berupaya melakukan pengerukkan material longsor sehingga air dapat mengalir. Banjir pun mulai surut pada Jumat (12/7) bersamaan dengan menurunnya intensitas hujan. Beberapa akses juga mulai terbuka di area yang lebih jauh dari aliran sungai. Sedangkan sebagian area sepanjang sungai masih terendam hingga setinggi paha. Menurut pengakuan dari kepala kelurahan setempat, Kota Barat memang merupakan daerah rawan banjir, namun banjir kali ini merupakan terparah kedua setelah tahun 2019 silam. Hal ini diindikasikan dari beberapa area yang seharusnya tidak terjangkau banjir, bahkan ikut terendam. “Sulitnya itu karena warga selama tiga hari tidak mendapat akses listrik dan air. Kesulitan untuk minum, MCK, dan melakukan aktivitas lainnya,” tambah Rifal.
Truk pengangkut air PDAM dari pemerintah telah beberapa kali didatangkan untuk warga. Tapi tentunya tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan ribuan warga setiap harinya, mengingat air adalah kebutuhan primer yang krusial.
Akibat bencana banjir tersebut, Walikota Gorontalo menetapkan status tanggap darurat bencana banjir dan tanah longsor. BNPB sendiri mengungkapkan bahwa bencana banjir sulit diatasi karena kondisi geografis Gorontalo yang berupa cekungan. Air dari aliran sungai dan danau Limboto utamanya, sangat mudah untuk naik ke permukaan warga akibat hujan terus menerus. Melihat situasi tersebut, Tim KKN UGM Kota Barat berupaya untuk membantu penanggulangan dan pencegahan bencana melalui kerja sama dengan walikota, Bappeda, dan BNPB. “Kemarin kita sudah diskusikan untuk pembuatan dapur umum bagi warga yang masih mengungsi. Bapak Walikota juga mengunjungi melihat kondisi di sini. Rencananya beberapa program kerja KKN-PPM kami akan dialihkan untuk membantu warga yang terdampak bencana,” jelas Rifal.
Tim KKN-PPM Kota Barat yang terdiri dari berbagai klaster studi akan dibagi untuk mengalihkan proker ke program penanggulangan bencana. Program tersebut antara lain penggalangan dana dan bantuan, pemetaan daerah rawan bencana dan kedalaman banjir, pembuatan dapur umum, edukasi bencana untuk anak-anak, dan lain-lain.
Pengalihan program kerja ini tidak hanya ditujukan untuk membantu masyarakat terdampak banjir, namun juga meningkatkan kemampuan mahasiswa agar peka terhadap kondisi masyarakat. Langkah ini menjadi bentuk komitmen bagi Tim KKN-PPM UGM Kota Barat sebagai salah satu unit KKN-PPM di seluruh Indonesia agar mampu meningkatkan kesejahteraan serta pemberdayaan masyarakat.
Penulis: Tasya
Editor: Gusti Grehenson