Menilik masalah penyerapan tenaga kerja terutama kekhawatiran akan kurangnya lapangan kerja terus menjadi bahan diskusi. Meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan adanya penurunan jumlah pengangguran, namun beberapa lulusan perguruan tinggi mengaku sulit mencari pekerjaan. Keluhan ini berkaitan dengan kompetisi antara sektor perguruan tinggi sarjana dan terapan yang tidak seimbang.
“Menindaklanjuti Perpres No 68 Tahun 2022, tentang revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Salah satunya adalah kerja sama vokasional itu akan terbentuk jika ekosistem kerja sama itu terbentuk duluan. Nah, ekosistem ini dimaknai sebagai sebuah situasi yang kondusif untuk saling bekerja sama. Tidak dipungkiri, alumni kita berkeluhan mencari kerja sulit. Tapi di pihak pengguna, industri itu ternyata mencari tenaga kerja sulit. Artinya, lowongan kerja ini ada, terdata dari 900.000 yang terisi hanya 1.600, nah terus yang lainnya ini kemana,”ucap Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Sekolah Vokasi, Wiryanta, dalam Diskusi Interaktif dan Peluncuran Ekosistem Kemitraan Vokasi DU/DI Pemda Yogyakarta, Rabu (20/9).
Penyesuaian Program MBKM yang digagas Kemendikbudristek memerlukan kerja sama kuat antara Sekolah Terapan dengan industri. Hubungan antara pemasok dan permintaan SDM belum terjalin maksimal selama ini. Hambatan penyerapan tenaga kerja ternyata terletak pada ketidaksesuaian kompetensi yang dibutuhkan dengan SDM yang tersedia. Berdasarkan alasan tersebut, Sekolah Vokasi UGM menginisiasi jalinan kerja sama dengan berbagai industri melalui Program Magang DU/DI (Dunia Magang Dunia Industri).
“Saat ini perguruan tinggi tidak bisa berdiri secara soliter. Kami berusaha mendorong keselarasan antara kebutuhan industri ini dengan pembinaan di perguruan tinggi. Harapannya, kerja sama ini dapat membantu pelaku industri menemukan kompetensi yang sesuai dan akhirnya serapan tenaga kerja dapat meningkat,” ujar Uuf Brajawidagda, S.T., M.T., Ph.D selaku Plt Direktur Kemitraan dan Penyelarasan DU/DUI. Tak hanya itu, Program ini juga turut mendorong adanya penelitian-penelitian sesuai kasus dan kebutuhan masyarakat Yogyakarta. Agar nantinya, perguruan tinggi tetap memiliki kontribusi bagi masyarakat sekitar.
Menurut Robby Kusumaharta, Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi & Keanggotaan KADIN DIY, pandemi memiliki pengaruh besar hingga saat ini. “Kalau kita lihat, jumlah Pengangguran Terbuka sejak Februari 2021-2023, memang mengalami penurunan. Namun, masih belum sepenuhnya pulih dari pandemi. Lalu, kita lihat lagi secara detail pembagiannya. Ternyata desa mengalami tren peningkatan pengangguran. Tentu saja ada sumbangan dari peningkatan angkatan kerja. Namun, kondisi ini juga disebabkan karena setelah pandemi, masyarakat yang biasanya bekerja secara formal di luar kota, saat ini kembali ke Yogyakarta. Ini jumlahnya cukup besar,” ucapnya.
Problematika ini diselaraskan dengan tujuan Disnaker DIY Yogyakarta untuk mengurangi jumlah pengangguran terbuka. Setidaknya terdapat tiga sasaran utama, yaitu terwujudnya kesempatan kerja, terwujudnya hubungan industri yang kondusif untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan pekerja, serta meningkatnya daya saing kerja. Konsep pengembangan ekosistem kemitraan daerah vokasi berusaha menyelesaikan masalah tersebut sejak hulu, yaitu memberikan kesempatan pada mahasiswa terapan untuk terjun langsung berlatih dan membangun inovasi bagi masyarakat.
“Yogyakarta ini memiliki aset yang mahal yang tidak ada di daerah lain. Yaitu, lahan Kasultanan yang merupakan lahan desa. Ini mungkin kalau di daerah lain harus beli. Namun di sini bisa menjadi ‘playground’ ya, untuk mahasiswa ini menciptakan inovasi yang didukung perguruan tinggi. Tapi juga bisa mendapatkan pelatihan dan binaan dari industri. Saya kira ini sangat potensial,” tambah Robby.
Penulis: Tasya