Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, memberikan wejangan kepada 1.617 mahasiswa baru Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada pada Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) Kesatria UGM, Kamis (3/8), di selasar Gedung SGLC Fakultas Teknik.
Kepada para mahasiswa, Basuki mengatakan bahwa mereka adalah calon insinyur masa depan Indonesia. Meski jumlah peminat sarjana teknik menurun dalam beberapa tahun terakhir, namun ia senang sekarang ini jumlah peminat calon mahasiswa teknik semakin meningkat.
“Saya melihat beberapa tahun belakangan menurun, namun sekarang antusias peminat untuk menjadi insinyur sudah naik lagi. Peminatnya sudah hampir kembali,” kata Basuki yang merupakan alumnus Teknik Geologi angkatan 1973 FT UGM ini.
Basuki menyebutkan bangsa Indonesia harus meningkatkan jumlah lulusan insinyur sebab rasio jumlah insinyur di Indonesia sekarang ini hanya 5.300 insinyur per satu juta penduduk. Jumlah ini sangat rendah dibandingkan oleh negara lain di kawasan ASEAN. “Jika kita tidak fokus pada program pembangunan, jumlah ini akan disalip Vietnam apalagi banyak investor sudah balik ke Vietnam,” katanya.
Menjadi insinyur itu menurut Basuki tidak hanya cukup dengan pintar secara akademik, namun memiliki integritas dalam kehidupan sehari-hari.
“Orang sekolah itu tujuannya supaya jadi pintar tapi juga juga benar. Orang pintar, ilmunya bermanfaat atau ilmunya mubazir seperti dia pintar tapi dia ngapusi orang, bodohi orang lain. Jangan menjadi alumni yang ilmunya mencelakakan. Kita menjadi orang pintar, supaya sukses dan orang pintar yang memiliki akhlakul karimah,” katanya.
Dalam diskusi dengan mahasiswa, mahasiswa baru dari Teknik Sipil, Jonathon Hartono, sempat bertanya soal perbedaan kompetensi dan daya juang lintas generasi dalam pandangan Menteri Basuki dalam kementerian PUPR. Menurut Menteri, secara umum lulusan generasi Z dan generasi milenial sekarang ini memiliki kemampuan teknis dan IQ yang cukup baik, namun dari sisi militansi masih perlu ditingkatkan.
“Karenanya di PUPR saya gembleng mereka di Kopassus selama dua minggu agar punya militansi. Beda dengan kami dulu dibentuk oleh alam,” katanya.
Basuki menceritakan kisahnya saat menjadi mahasiswa selalu menikmati dengan kegiatan akademik di kampus bahkan ia mengaku tidak sekalipun melakukan bolos kuliah. Agar supaya cepat lulus dan disiplin, kata Basuki, ia sengaja mendapat dosen pembimbing yang galak.
“Kuliah itu dinikmati. Sumpah, baik (kuliah) UGM dan di Amerika, saya tidak pernah sekalipun bolos. Kita harus banyak mendengarkan, meresapi dan mengeluarkan kemampuan kita. Nikmati. Lalu, cari dosen pembimbing yang galak supaya kita juga disiplin. Di Angkatan 1973, saya yang lulus pertama kali karena dosen pembimbing yang saya takuti. Supaya kita lebih cepat, lebih baik, nikmati itu masa kuliah,” ujarnya.
Tidak hanya itu, kata Basuki, sebagai anak tentara dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan, ia mengaku bersyukur dulunya bisa masuk kuliah di kampus UGM. Bahkan ia tidak membayangkan bisa menempuh master dan doktor di Colorado State University, Amerika Serikat.
“Saat kecil saya pernah jadi kernet. Di Amerika saya pernah jadi pengantar koran. Kami digembleng oleh alam, namun sekarang Anda dimanjakan oleh komputer dan gadget. Karena itu, generasi muda sekarang militansinya harus digembleng sendiri,” kata Basuki.
Penulis : Gusti Grehenson