
Pulau Enggano di barat daya Bengkulu mungkin terdengar jauh dan terpencil. Namun, bagi mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada, pulau ini adalah ladang pengabdian yang subur. Sejak tahun 2023, tim KKN-PPM UGM yang hadir di sana membawa tema besar “Pengembangan Produk Pasca Panen, Seni dan Budaya Lokal, Potensi Wisata Alam dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati untuk mendukung Kemandirian Masyarakat Pulau Enggano”.
Melihat potensi pertanian yang cukup tinggi di pulau tersebut, tim KKN UGM kemudian menggagas penanaman padi varietas unggul Gamagora sebagai salah satu program utama. Jenis padi baru hasil riset UGM ini mampu tumbuh baik pada lahan sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan dengan air terbatas. Kini, padi Gamagora tumbuh subur dan siap untuk panen pada pertengahan Juni yang akan datang. “Kami ingin kehadiran mahasiswa UGM memberi manfaat langsung bagi masyarakat, terutama dalam memperkuat kedaulatan pangan lokal,” ungkap Dr.Agr.Sc. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU, ASEAN Eng. selaku Dosen Pembimbing Lapangan, Kamis (5/6).
Mayong, demikian ia akrab disapa, menjelaskan bahwa pemilihan Gamagora bukan keputusan sembarangan. Varietas padi ini terbukti tahan terhadap cekaman lingkungan, perubahan iklim dan memiliki potensi hasil tinggi, hal penting bagi wilayah pulau-pulau kecil dan terluar seperti Enggano. Selain adaptif terhadap kondisi tanah dan cuaca setempat, umur panennya juga relatif singkat, sehingga cocok untuk siklus tanam masyarakat. Inovasi ini adalah buah dari kerja panjang UGM dalam penelitian pertanian yang kini benar-benar turun ke sawah. “Inilah bentuk kemandirian inovasi kampus yang langsung diterapkan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di wilayah terpencil,” jelas Mayong.
Namun program ini tidak hanya soal menanam dan panen. Lebih dari itu, Mayong menambahkan bahwa KKN UGM menjadi ruang temu antara ilmu dari kampus dengan pengetahuan lokal. Mahasiswa tidak hanya berbagi pengetahuan tentang pertanian, tetapi juga belajar dari kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat setempat. Mereka mengadakan pelatihan, berdiskusi tentang pengelolaan hasil, penerapan teknologi tepat guna, hingga membangun rasa percaya dan gotong royong bersama petani lokal. “Kerakyatan bukan sekadar slogan, tapi terwujud lewat kolaborasi sejajar antara mahasiswa dan warga,” ujarnya.
Mayong menilai bahwa pembangunan infrastruktur di Pulau Enggano telah menjadi modal penting dalam upaya menuju kemandirian pangan. Akses jalan yang lebih baik, pelabuhan yang aktif, hingga jaringan komunikasi yang stabil menjadi fondasi bagi peningkatan produktivitas pertanian dan kelancaran distribusi hasil panen. Meski begitu, masih ada tantangan seperti kebutuhan sarana transportasi antar wilayah yang lebih memadai untuk memperkuat konektivitas pulau dengan daerah lainnya. “Secara umum saya melihat komitmen pemerintah daerah telah ditunjukkan nyata melalui pembangunan jalan, pelabuhan, bandara hingga jaringan komunikasi,” ucapnya.
Tahun ini, tim KKN UGM kembali hadir untuk memastikan bahwa hasil panen Gamagora bisa dimanfaatkan sebaik mungkin oleh warga. Dukungan masyarakat sangat tinggi dalam implementasi Gamagora. Kepala Desa Banjarsari, Winarto Rudi Setiawan, S.Sos. mengawal dengan baik penanaman ini dan mendapatkan dukungan penuh dari semua petani. Bersama perangkat desa dan masyarakat, mahasiswa mengembangkan proses pasca panen, penguatan organisasi kelompok tani, hingga mempertemukan warga dengan pihak yang bisa membuka akses pasar. Keberlanjutan tidak hanya diukur dari panen berikutnya, tapi juga dari keberlanjutan pengetahuan, semangat, dan jejaring yang terbentuk. “Kami ingin hasilnya tak berhenti di satu musim tanam, tapi menjadi gerakan lokal yang terus tumbuh,” tambah Mayong.
Melalui program KKN di Enggano, UGM menunjukkan bagaimana tridarma perguruan tinggi dapat diwujudkan secara nyata. Kisah Gamagora bukan sekadar tentang pertanian, tapi tentang semangat untuk membangun bersama dari bawah. Mayong berujar kegiatan KKN ini adalah bukti bahwa pendekatan berbasis komunitas dapat melahirkan perubahan jangka panjang yang berkelanjutan. “Selama UGM tetap berpijak pada nilai-nilai itu, pengabdian akan selalu menemukan jalannya,” pungkasnya.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Dok.Desa Banjarsari dan Engganoisland.com