Merayakan Dies Natalis yang ke-59, Fakultas Psikologi UGM menyelenggarakan kegiatan bedah buku pada Rabu (3/1) sampai Jumat (5/1) sebagai salah satu rangkaian kegiatannya. Kegiatan bedah buku membedah tiga buku hasil karya Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D., Psikolog.
Buku pertama yang dibahas pada kegiatan ini berjudul “Penilaian Keadilan Kekerasan Seksual” yang merupakan sebuah kolaborasi antara keilmuan psikologi dan hukum, hasil karya disertasi mahasiswa UGM. Koentjoro mengatakan bahwa buku ini dibahas secara detail dan berkaitan dengan keadilan dan pemidanaan. Seperti yang diketahui, sejauh ini pengambilan keputusan di bangku keadilan hanya berdasarkan pada bunyi KUHP.
“Padahal, seyogyanya penegak keadilan perlu mendengarkan analisa psikologis yang dipaparkan oleh psikologi forensik sehingga dapat menjadi tambahan wawasan sebelum menegakkan keadilan,” katanya.
“Teman-teman psikologi terutama yang mendalami psikologi forensik, perlu lebih jeli lagi dalam melihat permasalahan kasus dan menjadikan psikologi sebagai center kajian ilmu perilaku,” ia berpesan. Ia juga menjelaskan bahwa dengan pemahaman kasus yang mendalam akan sangat membantu upaya penegakan keadilan sehingga nantinya tidak ada lagi orang yang menjadi korban.
Nurdiyanto, selaku moderator juga menambahkan, “Buku ini menjadi undangan bagi siapa saja untuk mendalami bagaimana pemeriksaan kasus kekerasan seksual dapat dilakukan secara multidisiplin dan psikologi mempunyai peran yang cukup besar dalam hal ini.”
Masih di ranah hukum, buku kedua berjudul ‘Pidana Mati Berdasarkan Asumsi’. Koentjoro menjelaskan bahwa buku ini dilatarbelakangi oleh pengalaman penulsi ketika menjadi penasehat ahli di sebuah kasus pembunuhan, dimana kasus pengadilan seharusnya tertutup justru dilakukan secara terbuka. “Jika seperti itu, akibatnya suara masyarakat akan lebih kuat dan akan memengaruhi proses keadilan,” ujarnya.
“Pesan yang ingin disampaikan oleh buku ini adalah pengadilan tidak boleh ditegakkan hanya berdasarkan asumsi. Pengadilan juga jangan sampai terpengaruh oleh pihak–pihak yang tidak memiliki wewenang dalam proses pengadilan itu sendiri (media massa). Karena jika ada kemarahan massa, maka akan sukar untuk dibendung,” jelas Koentjoro.
Lebih lanjut ia juga berpesan bahwa karena isu-isu yang semakin berkembang, adanya forensik sangatlah menjanjikan. Tetapi disayangkan lantaran hanya sedikit orang psikologi yang memahami istilah dan ilmu hukum. “Padahal, mempelajari forensik itu seperti belajar auditing behavior, yaitu melihat perilaku dari berbagai perspektif,” ujarnya.
Buku berjudul ‘Psikologi Koperasi’ kemudian menjadi penutup acara bedah buku. Karya ini dibuat dari karya disertasi mahasiswa UGM asal Nusa Tenggara Timur. Dilatarbelakangi oleh masyarakat NTT yang menjadikan tenun sebagai bagian dari tabungan untuk dijual di kemudian hari, namun hanya dijual dengan harga sangat murah karena didesak oleh kebutuhan mendapatkan uang. Akhirnya, mahasiswa tersebut berupaya agar masyarakat dalam bergabung dalam koperasi dan menitipkan hasil tenunnya disana yang akan dijual dengan harga tinggi, sehingga akan menolong masyarakat dari kerugian.
Di akhir, Nurdiyanto juga ikut menjelaskan bahwa buku ini sangat menekan pemberdayaan masyarakat khususnya kalangan menengah untuk dapat memiliki perilaku kooperatif diantara mereka guna mendapatkan keuntungan.
Dalam bedah buku ini, harapannya peserta yang mengikuti dapat mengerti terkait keadilan yang masih menjadi isu saat ini. Serta perlu dipahami juga adanya keterkaitan antara psikologi dengan hukum yang menjadi topik utama pada buku tersebut. Untuk melihat acara ini secara jelas, tayangannya dapat disimak melalui situs youtube Kanal Pengetahuan Fakultas Psikologi UGM.
Penulis: Relung