
Daya tampung TPA nasional secara keseluruhan saat ini mengalami kelebihan kapasitas. Diperkirakan hingga tahun 2045, Indoensia berpotensi menghasilkn 82 juta ton sampah per tahun yang tidak semuanya bisa dikelola dengan baik sehingga menjadi permasalahan yang cukup mengkhawatirkan. Apalagi persoalan pengelolaan sampah ini belum menjadi perhatian di masing-masing Pemerintah Daerah.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas, Priyanto Rohmattulah, SE., MA diperlukan intervensi yang progresif dari pemerintah mengingat Kapasitas penampungan TPA hanya bisa bertahan sampai 4 tahun ke depan atau di tahun 2028. “Sangat disayangkan anggaran pengelolaan sampah di banyak pemda kurang dari 1 persen, termasuk pemda Jogjakarta. Anggaran pengelolaan sampah seperti di Jogja ini tidak pernah naik”, ujarnya di Balairung UGM, Jum’at (22/2) saat menjadi pembicara Simposium Sampah: Dari yang Dibuang untuk Membangun Manusia yang Beradab.
Priyanto juga menyayangkan karena sebagian besar pemda di Indonesia belum memiliki Rencana Induk Pengelolaan Sampah (RIPS). Disebutnya dari 514 pemerintah kabupaten/ kota di Indonesia baru sekitar 200 pemerintah kabupaten/ kota yang sudah menyusun RIPS. Soal RIPS ini, ada yang belum, ada yang sedang, ada yang sudah kadaluarsa.
Sedangkan dalam aspek teknis, dinilainya dalam pengelolaan sampah sebagian besar hanya dilakukan dengan mengumpulkan, angkut, dan buang. Hanya beberapa usaha dari masyarakat yang melakukan pemilahan di tingkat rumah tangga. “Mestinya kan plastik dipisah, yang organik dipisah, yang anorganik juga dipisah. Tetapi yang sering ditemui dikumpulin, jadiin satu terus diangkut lagi dan terus dibuang. Ini yang menjadikan TPA kita open dumping. Itu yang menjadi penuh”, terangnya.
Sedangkan dari aspek kelembagaan, dalam pengelolaan sampah di masing-masing daerah yang sering terjadi regulator merangkap operator. Hal tersebut menimbulkan permasalahan karena tidak adanya transparansi. Artinya pengelola sampah itu sesungguhnya bukan dinas tetapi masih banyak juga yang merangkap. “Ini salah satu yang mungkin nggak pernah transparan. Seperti di Jogja saya nggak tahu berapa retribusi sampah, mestinya bisa dihitung. Kalau retribusi itu dikelola dengan baik, bisa jadi ceritanya lain”, urainya.
Priyanto menuturkan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas saat ini berpegang pada konsep Triple Planetary Crisis. Konsep yang menjadi pedoman Kementerian Rencana Pembangunan Nasional dalam memformulasikan seluruh kebijakannya terkait isu lingkungan hidup. Disebutnya ada tiga isu, perubahan iklim, kemudian polusi dan kerusakan lingkungan, serta hilangnya kanekaragaman hayati yang perlu mendapat perhatian. “Kita prihatin hampir 1 juta spesies itu diperkirakan akan segera punah. Akibat siapa? Akibat kita. Perlilaku kita semua”, imbuhnya.
Luluk Lusiantoro, SE., M.Sc., Ph.D, selaku Ktua Satgas Sampah UGM mengatakan Indonesia harus mengakui sudah jauh terlambat dan tertinggal dari negara-negara maju dalam menangani persoalan sampah. Negara-negara maju sudah lama berbicara tentang konsep-konsep dan regulasi terkait lingkungan.
Sebagai dosen yang concern pada persoalan sampah, ia mengingatkan ada 3 poin penting yang perlu di ingat dalam proses mengolah sampah. Tiga poin yang mengadopsi ekonomi circular tersebut adalah Degrowth, Regenerate, and Educate . Lebih jauh ia menjelaskan, konsep degrowth mengubah model bisnis dan ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Regenerate atau regenerasi, tidak sekedar membicarakan konsumsi saat ini tapi bagaimana kita memikirkan kebutuhan yang akan datang. Sedangkan educate, menyebarkan hal-hal positif soal pengelolaan lingkungan kepada masyarakat secara luas. “Termasuk golongan muda yang nanti masih berpotensi menjadi pimpinan di depan,” ucapnya.
Simposium yang diselenggarakan Kantor Keamanan, Keselamatan Kerja, Kedaruratan, dan Lingkungan (K5L) UGM ini dilaknsakan dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah untuk mengenang tragedi 20 tahun lalu dimana terjadi longsoran sampah di TPA Leuwigajah di Cimahi yang merenggut 157 nyawa melayang sia-sia karena ledakan dari tempat penampungan sampah, sekaligus menandai pelepasan Drs. Arif Nurcahyo, S.Psi., M.A., selaku Kepala K5L UGM menjadi anggota Satgas Sampah UGM.
Arif Nurcahyo daalam kesempatan itu menyatakan isu pengelolaan sampah di Indonesia semakin kompleks seiring dengan meningkatnya jumlah populasi dan keterbatasan fasilitas pengolahan. Universitas Gadjah Mada sebagai institusi akademik terus berupaya berkontribusi dalam mencari solusi melalui berbagai forum dengan mempertemukan berbagai pihak berkepentingan guna mendiskusikan langkah-langkah strategis dalam pengelolaan sampah.“Di UGM itu ada 61.000 orang yang kuliah. Di sini kemudian ada satgas sampah dan ada satpam ada siapapun. Kita sama-sama mengajak berdiskusi tentang itu, dan ternyata menyelesaikan sampah itu tidak harus dengan otak tapi dengan hati. Tidak harus dengan kepintaran dan logika tapi diperlukan dengan kerendahan hati,” pungkasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto. : Donnie