![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/Aksi-Indonesia-Gelap-e1739867364827-787x510.jpeg)
Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus melakukan aksi demonstrasi yang menolak sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro terhadap kondisi rakyat. Massa mahasiswa bergerak dari wilayah Patung Kuda menuju Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Dalam aksi yang mengusung tema ‘Indonesia Gelap’ tersebut, mahasiswa memprotes kebijakan efisiensi anggaran yang dialihkan ke program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga pemberian izin kampus untuk kelola tambang, kelangkaan gas elpiji, hingga pemotongan anggaran pendidikan dan kesehatan.
Ketua BEM- KM UGM, Tiyo Ardianto mengatakan pihaknya mendukung aksi mahasiswa yang dilakukan di Jakarta. Pihaknya akan melakukan aksi serupa pada pekan ini. Tiyo mengatakan pihaknya mendesak Presiden Prabowo Subianto segera meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran terutama pemangkasan anggaran pada bidang pendidikan, kesehatan, fasilitas dan pelayanan publik perlu dikaji secara mendalam dengan menimbang kepentingan masyarakat. “Kita minta Presiden untuk meninjau ulang,” kata Tiyo Ardianto, Selasa (18/2).
Tiyo mencontohkan anggaran sektor pendidikan yang dialokasikan selama ini sebenarnya belum ideal untuk menopang pendidikan dasar, mengalah hingga jenjang pendidikan tinggi. Bahkan isu mengenai kelayakan sarana dan prasarana pendidikan, hingga gaji guru honorer masih belum diatasi oleh pemerintah. Namun anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang mulanya sejumlah Rp33,5 triliun dipangkas sebesar Rp8 triliun hingga menyisakan Rp25,5 triliun untuk dikelola sepanjang tahun. Keputusan ini tentunya menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen pemerintah untuk memprioritaskan sektor pendidikan. Apalagi pemangkasan anggaran di Kemendiktisaintek RI.
“PTN pastilah tambah pusing karena harus mencari tambahan dana. Jalan keluar paling gampang? Naikkan UKT. Siapa yang jadi korban? Mahasiswa, orang tua, dan masyarakat Indonesia yang harus menguburkan mimpinya untuk kuliah hanya karena tak ada biaya,” jelas Tiyo.
Walaupun pemerintah baru-baru ini memberikan respon bahwa tidak akan ada kenaikan UKT dan program KIP-K tetap dijalankan, namun menurutnya sangat disayangkan bahwa sejak awal pemerintah mengorbankan anggaran pendidikan dalam kebijakan efisiensi anggaran.
Disampaikan Tiyo, masih ada kemungkinan pemerintah kembali melakukan pemotongan anggaran. Pasalnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 memuat arahan untuk menargetkan efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun. Tiyo menilai, tidak bijak jika efisiensi anggaran dijalankan sedemikian rupa untuk mendukung program yang sejak awal sulit untuk ditopang APBN, seperti program MBG. “Presiden Prabowo mesti menyadari bahwa pemangkasan ugal-ugalan ini tidak boleh dilakukan sekadar untuk memenuhi janji politik sebuah program yang tidak melalui kajian akademik yang cukup,” tambahnya.
BEM KM UGM, kata Tiyo, memberikan dua tuntutan utama bagi pemerintah. Pertama, Program Makan Bergizi Gratis perlu dievaluasi total dengan menyesuaikan kapasitas APBN dan kemampuan ekonomi nasional saat ini.Selain itu, pemerintah tidak perlu malu untuk mempertimbangkan skema pembatalan dan mengembalikan fokus pada sektor fundamental seperti pendidikan dan kesehatan masyarakat. Kedua, penerapan Kebijakan Pajak Progresif diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan negara yang baru. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengatur kembali prioritas masyarakat sebelum kembali mengambil kebijakan. “Kembalikan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah dan masa depan dengan mewujudkan Pemerintahan yang bersih dari korupsi,” pesan Tiyo.
Tiyo menegaskan, apabila pemerintah belum memenuhi tuntutan para mahasiswa ini, maka pihaknya bersama mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia juga akan kembali menggelar aksi yang akan menggandeng masyarakat dengan jumlah massa yang lebih besar.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Kompas