
Berangkat dari keprihatinan terhadap berbagai permasalahan pertanahan seperti sertifikat ganda, peta batas yang tidak akurat, dan proses administrasi yang lambat. Tim Program Kreativitas Mahasiswa Video Gagasan Konstruktif (PKM-VGK) Notobates (Non‑Fungible Token‑Based Certificate) menawarkan solusi baru untuk administrasi dan pengelolaan tanah berbasis blockchain dengan memanfaatkan token unik sebagai “sidik jari digital” setiap bidang tanah. Melalui pendekatan tersebut, sertifikat resmi yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak digantikan, tetapi diperkuat oleh jejak digital yang transparan, anti‑duplikasi, dan mudah diaudit.
Axel Urwawuska Atarubby, salah satu anggota tim PKM mengatakan bahwa inovasi digitalisasi berbasis blockchain memungkinkan setiap perubahan hak atas tanah dicatat secara permanen dan hanya bisa terjadi jika beberapa persyaratan terpenuhi, seperti pembayaran pajak yang sah serta akta jual‑beli atau waris yang disetujui oleh BPN, notaris, dan pemilik melalui skema multisignature approval. “Kami ingin menghadirkan sistem yang mencegah praktik mafia tanah dan memberi kejelasan status kepemilikan bagi masyarakat,” ujar Axel, Sabtu (18/10).
Axel juga menambahkan bahwa tujuan mereka memberi jejak audit yang jujur dan tak bisa dimanipulasi untuk administrasi pertanahan. Notobates bukan pengganti PPAT/BPN, tapi lapisan pendukung agar kasus sertifikat ganda dan manipulasi data bisa dicegah sejak awal. “Kami ingin menambah transparansi dan akuntabilitas proses pertanahan seperti pendaftaran, jual beli, waris, dan sengketa. Kami juga memiliki tujuan untuk mencegah sertifikat ganda dan memudahkan penelusuran riwayat melalui catatan peristiwa yang ada di sertifikat digital berbasis Non-Fungible Token (NFT) serta selaras dengan PTSL dan sertifikat digital ATR/BPN; kami menempel sebagai audit trail, bukan mengganti rel hukum,” imbuh Axel.
Inovasi yang ditawarkan oleh Notobates ini, yakni pertama, pembuatan token Non-Fungible Token (NFT) yang menjadi identitas digital setiap bidang tanah; token ini memuat hash sertifikat resmi dan tersimpan di jaringan blockchain tertutup yang dikelola pemerintah. Kedua, smart contract untuk memverifikasi persyaratan perpindahan hak, sehingga sertifikat tidak bisa berpindah tanpa kepatuhan pajak (BPHTB dan PPh) serta akta yang sah. Ketiga, integrasi kelembagaan yang melibatkan ATR/BPN, PPAT/Notaris, Dukcapil (IKD), DJP, Bapenda, hingga pengadilan; seluruh instansi ini terhubung melalui sistem dan memiliki hak persetujuan masing‑masing dalam rantai transaksi. “Kekuatan ini menjadikan Notobates sejalan dengan prioritas pemerintah dalam transformasi digital pelayanan publik dan pemberantasan mafia pertanahan,”paparnya.
Axel juga menambahkan bahwa produk ini sangat bermanfaat pada masyarakat. Bagi warga, inovasi ini sangat bermanfaat terhadap kepastian kepemilikan, riwayat terbuka (tanpa data pribadi), dan perlindungan dari pemalsuan. Untuk PPAT/BPN, inovasi ini memudahkan untuk cek duplikasi otomatis, alur multisignature (BPN,PPAT dan Pemilik) menutup celah manipulasi. Sementara untuk Pemda/DJP, akan memudahkan dalam status pajak (NTPN/NTB) menjadi pra-syarat perpindahan dan mengurangi kebocoran.
Di sistem ini, dokumen resmi tetap tersimpan di BPN, sementara blockchain hanya menyimpan sidik jari digital (hash) dan jejak peristiwa sebagai bukti autentik. Setiap bidang tanah direpresentasikan oleh satu token unik (Non-Fungible Token) yang dibuat setelah sertifikat digital BPN terbit melalui proses minting berbasis audit, tanpa memuat data pribadi. Perubahan hak atau transfer hanya dapat dilakukan melalui akta elektronik yang ditandatangani PPAT dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi (TTE), setelah status pajak dinyatakan valid dan seluruh pihak terkait (BPN, PPAT, serta pemilik) memberikan persetujuan melalui mekanisme multi signature.
Dalam kasus sengketa, putusan pengadilan dapat membekukan atau mengubah status kepemilikan, dan seluruh proses tersebut tercatat permanen sebagai event di blockchain. Demi menjaga privasi, data yang tersimpan on-chain terbatas pada hash, peristiwa, dan penanda status (flag), sementara informasi pribadi dan peta kadastral tetap dikelola secara off-chain oleh BPN. “Dokumen resmi tetap di BPN. Di blockchain kami hanya simpan sidik jari digital (hash) dan jejak peristiwa. Satu bidang sama dengan satu token. Tiap perubahan hak harus lewat akta PPAT, pajak valid, dan persetujuan bersama maka barulah peristiwa tercatat permanen,” jelas Axel.
Sebelumnya, Tim Notobates telah melakukan wawancara dengan Budi Susanto selaku penggiat NFT (Founder ID-NFT) yang sangat mendukung akan realisasi teknologi ini. Saat ini, tim Notobates juga telah merancang alur dan prototype fungsionalnya, dengan skenario anti-duplikasi, transfer bersyarat pajak, serta freeze sengketa atau membekukan hingga ada putusan. “Uji yang kami lakukan belum merupakan pilot resmi dengan data nyata BPN, masih prototipe tertutup untuk membuktikan alur dan kelayakan teknis,” ungkap Axel.
Seperti diketahui, Tim PKM‑VGK UGM beranggotakan lima mahasiswa lintas disiplin ilmu, yaitu Fransiska Deiss Ayu Arsanti, Yemima Diva Natalia, Axel Urwawuska Atarubby, Yamas Safandy, dan Ilyas Bayu Darmawan. Mereka berada di bawah bimbingan Fatima Putri Prativi, S.T., M. Ec. Dev., dari Fakultas Sekolah Vokasi. Selain mengembangkan perangkat lunak dan membuat video gagasan konstruktif berdurasi empat menit, tim juga aktif memproduksi konten edukatif di media sosial dan tengah mempersiapkan hak kekayaan intelektual (HKI) atas inovasi ini.
Melalui dukungan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemdiktisaintek RI dan mitra institusional seperti ATR/BPN, Dukcapil, DJP, Bapenda serta notaris, tim NOTOBATES berharap inovasi ini bisa menjadi standar jejak audit pertanahan di Indonesia, mulai dari pilot kecil yang terukur, lalu bertahap diadopsi. “Kami terbuka berkolaborasi dengan ATR/BPN, PPAT, pemda, dan kampus untuk menyempurnakan inovasi ini. Intinya, kami tidak mengubah hukum, kami menambah kejujuran di atasnya. Dokumen sah tetap di BPN, tapi mulai hari ini setiap peristiwa pertanahan punya jejak yang tak bisa dihapus,” pungkas Axel.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim PKM