
Kedaulatan pangan menjadi salah satu fokus utama pemerintah Indonesia saat ini. Berbagai sektor di pemerintahan turut andil dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk mendukung visi besar Indonesia tersebut. Sadara akan isu ini, Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Riset Sosial Humaniora (RSH) Universitas Gadjah Mada berupaya memberikan kontribusi melalui penelitian yang menyoroti fragmentasi lahan sawah dan perubahan makna lahan pertanian di DIY di bawah bimbingan Dr. Aprillia Firmonasari, dosen Fakultas Ilmu Budaya.
Berangkat dari masalah kedaulatan pangan yang terancam, Muhammad Ahsan (Geografi), Dian Rahmanisa (Pertanian), Arundina Wijaya (Teknologi Pertanian), Aqeela Izza Aulia (Sosiologi), dan Aiken Gimnastiar (Politik Pemerintahan) mengkaji fenomena alih fungsi lahan sawah dalam pola leapfrog, yakni pembangunan kota yang tersebar tanpa memiliki pola dan tidak mengikuti tata ruang. Leafprog menyebabkan lokasi sawah terpecah-pecah, sehingga nilai lahan produktif berubah menjadi tidak produktif. “Dampak jangka panjang fragmentasi sawah akan berpengaruh pada turunnya produksi padi yang mengancam kedaulatan pangan Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Muhammad Ahsan, Selasa (14/10).
Tim menemukan fakta bahwa selama satu dekade terakhir, fragmentasi lahan sawah terjadi secara masif di pinggiran kota, terutama di sebagian kapanewon di Kabupaten Sleman dan Bantul. Ahsan menyebut Kapanewon Ngaglik, Sleman, sebagai daerah dengan fenomena leapfrog terbesar. “Kami menghitung kuantifikasi tutupan lahan di Sub-Urban DIY dari tahun 2015 sampai 2024 dan menemukan bahwa Ngaglik merupakan kapanewon dengan fragmentasi tertinggi selama 10 tahun terakhir,” jelas Ahsan.
Meski sudah ada kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B), pelaksanaannya dinilai belum optimal. Aiken Gimnastiar menilai masih ada celah dalam penetapan lahan sawah sebagai LP2B. “Perlindungan lahan sawah melalui PLP2B belum optimal karena saat penetapan lahan sawah masih belum dapat mengakomodasi penerimaan masyarakat pemilik lahan. Hal ini menimbulkan perbedaan nilai, makna, dan kepentingan antara pemilik dengan pemerintah,” ungkapnya.
Selain mengkaji fenomena fragmentasi atau leapfrog, penelitian ini juga menggali dinamika makna lahan pertanian bagi masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam menghadapi dominasi perkembangan kota. “Kita ingin hasil penelitian tidak hanya berkontribusi sebagai literatur akademik, tetapi juga menjadi bahan pertimbangan strategis bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pengelolaan lahan yang lebih seimbang,” pungkasnya.
Penulis : Ika Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim PKM