Universitas Gadjah Mada dan Badan Keahlian (BK) DPR RI sepakat untuk menjalani kerja sama dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi dan dukungan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DPR RI. Seperti yang diketahui, BK DPR RI tengah gencar melakukan sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kerja) yang telah direvisi dan diberlakukan aktif per Januari 2026. Kerja sama ini juga merupakan perpanjangan dari berbagai kolaborasi yang telah terjalin sejak 2017 silam antara BK DPR RI dengan Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, serta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Penandatangan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) yang dilakukan langsung oleh Rektor, Prof. Dr. Ova Emilia, M.Med, Sp.OG(K)., Ph.D dan Kepala Badan Keahlian DPR RI, Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum, pada Jumat (6/12) silam di Gedung Pusat UGM ini, dilanjutkan dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD). FGD bertema ‘Reformasi Hukum Pidana di Indonesia: Menyongsong Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana’ ini dimaksudkan untuk mensosialisasikan pemberlakuan KUHP 2023 agar dapat dijadikan pedoman terutama bagi aparat penegak hukum seperti penyidik, jaksa, advokat, dan hakim, serta masyarakat dalam menyongsong pemberlakuan KUHP 2023.
Ova Emilia selaku Rektor UGM menyambut baik kolaborasi yang akan kembali terjalin antar kedua institusi. Dirinya berharap kerja sama ini akan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh kedua belah pihak sehingga sinergi yang akan terjadi dapat memberikan manfaat yang lebih luas kepada bangsa dan masyarakat Indonesia. “Kami juga memiliki ikatan alumni yang kuat, yang saya yakin dapat berpotensi untuk mempercepat dan memperluas sosialisasi dari materi KUHP 2023 yang akan didiskusikan pada hari ini,” ungkap Ova.
Ova menganggap sosialisasi materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP ini bukan hanya untuk kepentingan akademik dan politis, tetapi lebih kepada kepentingan untuk mewujudkan rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam masyarakat. “Semoga dengan penandatangan MoU yang kemudian dilanjutkan dengan sesi FGD untuk menyongsong pemberlakuan UU KUHP dapat memberikan hasil yang berdampak bagi kita semua,” tutupnya.
Kepala BK DPR RI, Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari pengembangan mitra strategis dalam memberikan dukungan di bidang substantif yang merupakan tugas dari BK DPR RI sendiri. “Tagline kami adalah bridging the research to the roles and function of parliament, kami ingin menghubungkan aktivitas riset akademis ke dalam dunia politik, jadi kami sangat membutuhkan dukungan dari UGM,” ungkapnya.
Inosentius lalu menjelaskan alasan penting dilakukannya FGD pada kesempatan kali itu dalam menyambut pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP dikarenakan pihaknya akan segera melakukan perbaikan terhadap pasal-pasal yang sudah ada agar tidak terjadi perbedaan penafsiran. “Proses persiapannya banyak sekali padahal tinggal satu tahun lagi, kami harap bisa selesai sebelum 1 Januari 2026, dan perbaikan terkait UU ini akan menjadi bekal yang akan kami sampaikan ke Badan Legislasi dan Komisi III DPR,” tutupnya.
Setelah prosesi penandatanganan MoU, FGD dilakukan dengan empat narasumber yang membahas hal yang berbeda namun tetap pada koridor KUHP 2023. Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH., MA., Ph.D., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia menerangkan materi paradigma baru pidana dan pemidanaan dalam KUHP 2023. Menurutnya, overcrowding di Lembaga Pemasyarakatan harus dikurangi melalui perubahan dalam aturan tentang pidana. Jenis pidana dan tindakan tidak dapat disamakan bagi orang dewasa, anak, dan korporasi. “Yang harus diingat, pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan derajat manusia, jadi kalau ada pertentangan antara hukum dan keadilan, sudah pasti keadilan yang harus diutamakan,” jelasnya.
Dr. Jufrina Rizal, S.H., M.A. akademisi Universitas Indonesia menjelaskan tentang persiapan peraturan dan penerapan living law menurut KUHP baru. Baginya, legalitas baru bisa disebut living law bila suatu ketentuan masih hidup di masyarakat dan ini ditemukan secara ilmiah oleh para peneliti. “Jadi tidak boleh nanti APH (Aparat Penegak Hukum) daerah meletakkan ketentuan dalam Perda tanpa adanya bukti ilmiah. Penyelesaian pidana harus dilakukan dengan restorative justice dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, tokoh adat, dan pemangku kepentingan,” tutur Jefrina.
Sedangkan Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H, pakar hukum tindak pidana pencucian uang menjelaskan konsep tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam KUHP 2023. Ia menyepakati jika jenis pidana tidak bisa disamakan antara individu dan korporasi. Pidana tambahan bagi korporasi bisa berupa pembayaran ganti rugi, perbaikan akibat tindak pidana, pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan, perampasan barang yang diperoleh dari tindak pidana, hingga yang terberat adalah pembubaran korporasi. “Di KUHP 2023, untuk kejahatan terkait korporasi akan dibahas secara khusus di Bab 27, mulai dari penipuan terhadap kreditur, hingga tindak pidana korupsi dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang),” ungkap Yenti yang ditahbiskan sebagai Doktor TPPU pertama di Indonesia ini.
Sebelum memasuki sesi diskusi, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof. Dr. Edwar Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menjelaskan terkait transformasi peran advokat dan masyarakat dalam pemberlakuan KUHP 2023. Menurutnya, KUHP baru memberi kesempatan bagi advokat tidak hanya berfokus pada hukuman tetapi juga pada pemulihan dan perlindungan HAM. “KUHP nantinya membawa pembaruan yang signifikan pada banyak aspek, mulai dari pengaturan kejahatan siber hingga pendekatan keadilan yang restoratif. Hal ini tentunya sebagai upaya untuk menyelaraskan hukum di zaman modern,” ujarnya.
Dari hasil FGD yang dilakukan, BK DPR RI berharap agar kegiatan ini dapat menghasilkan policy paper berupa prosiding yang memuat kumpulan materi yang disampaikan pembicara dalam FGD agar perbaikan KUHP 2023 bisa selesai sebelum pemberlakuan per 1 Januari 2026.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie