
Tim Komunitas Gadjah Mada Building and Bridge (GMBB) kembali menorehkan prestasi yang gemilang dalam bidang perlombaan teknik sipil di skala nasional. Kali ini, tim Digdaya dan Prancang Brotoseno sukses meraih juara dalam kompetisi yang bertajuk Civil Engineering Festival 2025 dalam perlombaan National Bridge Design Competition bertema “Bridge Design and Innovation Strategies for Future Resiliency” yang diselenggarakan oleh Politeknik Negeri Jakarta pada 30 Agustus lalu.
Dalam kompetisi ini, tim Digdaya yang beranggotakan Muhammad Afifuddin Noufal, Muhammad Auguzt Riansyah, dan Radaeva Errisya Syam dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Angga Trisna Yudhistira, S.T., M.Eng., ACPE., berhasil mendapatkan juara pertama. Sementara tim Prancang Brotoseno yang beranggotakan Emmanuelle Levy Haryanto, Rizki Haikal Pradana, dan Aryasuta Al Mustofa dengan dosen pembimbing Ir. Akhmad Aminullah, S.T., M.T., Ph.D. IPU., berhasil mendapatkan juara kedua. “Kami (kedua tim) telah melewati seleksi yang ketat dari tahap pendesainan jembatan, penyusunan proposal, dan presentasi hasil desain yang berhasil mengalahkan 21 tim dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia,” ungkap Afifuddin ketika diwawancara, Selasa (9/9).
Afif selaku salah satu anggota tim Digdaya menjelaskan bahwa mulai dari tahap desain mereka membagi tugas menjadi tiga. Pembagian ini juga telah biasa dilakukan oleh prodi Teknik Sipil ketika mereka mendapatkan proyek. “Ada yang bagian mengerjakan proposal, ada yang bagian mengerjakan modeling atau detail engineering drawing atau gambar teknisnya, lalu yang kedua ada, yang ketiga ada yang mengerjakan strukturalnya, jadi di Struktural Analysis Program atau di SAP2000 untuk pendesainan jembatannya,” jelas Afifuddin.
Pada kompetisi ini, tim Digdaya menghadirkan Jembatan Aksa Samodra sebagai wujud dari jembatan yang memiliki inovasi strategis untuk resiliensi di masa depan. Jembatan Aksa Samodra dihadirkan dengan menggunakan profil non-prismatic pada struktur busurnya dengan sudut inklinasi ke dalam sebesar 12 derajat sebagai salah satu inovasi untuk mengurangi berat struktur yang menjawab tantangan pengurangan emisi karbon. Selain itu, ujar Afifuddin, jembatan ini juga menggunakan sistem Building Information Modelling dalam tahap perencanaan strukturnya dari dimensi 3D hingga 7D.
Lebih lanjut, Jembatan Aksa Samodra juga dilengkapi dengan SHMS (Structural Health Monitoring System) yang dioptimalisasi dengan salah satu metode numerik yakni metode lagrange. SHMS ini direncanakan terintegrasi dengan BIM 7D yaitu pada sistem Digdaya Bridge Health untuk proses pemeliharaan di masa depan. Jembatan yang direncanakan di Bireun, Aceh ini juga mengadopsi beberapa ragam hias khas Aceh sebagai langkah melestarikan kearifan lokal. Jembatan Aksa Samodra tak hanya sebagai penghubung yang efisien dan optimal, namun menjembatani dulu, kini, dan nanti.
Terkait alasan pemilihan nama Jembatan Aksa Samudera, Afifuddin menjelaskan bahwa hal tersebut berawal dari torsoal yang mereka dapatkan. Dalam torsoal itu, jembatan direncanakan berada di Provinsi Aceh. Nama Aksa Samudera sendiri dipilih karena memiliki kaitan dengan Kerajaan Samudera Pasai, bahwa Samudera itu dari Aceh. “Kami berharap nama dan keberadaan jembatan ini kelak dapat menjadi simbol penghubung Aceh di masa lalu melalui sejarahnya, di masa kini melalui pembangunan, serta di masa depan untuk keberlanjutan Aceh itu sendiri,” harapnya.
Tak kalah dari Digdaya, tim Prancang Brotoseno memiliki Jembatan Tamiang Agam yang optimum, smart, dan resiliens. Jembatan ini menggunakan pelat lantai dengan sistem orthothropic steel deck yang efektif mengurangi berat jembatan dibandingkan dengan pelat beton konvensional. Dalam perancangannya, mereka menggunakan finite element methode menggunakan ABAQUS-CAE dan IDEASTATICA sehingga struktur dapat dijamin efisien dan efektif. Tak hanya itu, Jembatan Tamiang Agam juga menggunakan sistem BIM dari dimensi 3D hingga 7D menggunakan Revit dan Naviswork. Jembatan ini juga dilengkapi sensor pintar untuk mendeteksi kesehatan struktur jembatan yaitu SHMS yang terintegrasi dengan sistem cloud sehingga data kerusakan dapat menjadi laporan untuk pemeliharaan di masa depan.
Lebih lanjut, Afif mengatakan bahwa kompetisi ini merupakan salah satu target mereka untuk mengikuti kompetisi tingkat nasional. Tim Digdaya sendiri sebenarnya sudah dimulai atau dibentuk sebelum kompetisi ini. “Jadi sebenarnya Digdaya ini sudah ada semenjak perlombaan sebelumnya yang kami ikuti, yaitu sebenarnya kami sudah pernah juara juga di Ecive ITN Malang, juara satu juga, namun memang belum terpublikasi karena lombanya online,” ungkapnya.
Ketika diumumkan sebagai juara pertama, Afifuddin mengaku sangat bangga. Kebanggaan itu semakin bertambah lantaran juara kedua juga diraih oleh tim dari UGM, yang berasal dari komunitas GMBB. Jadi, rasa bangga ini bukan hanya karena pencapaian tim Digdaya sendiri, tetapi juga karena keberhasilan teman-temannya. “Walaupun saat lomba kami berhadapan sebagai lawan, ternyata hasil akhirnya sama-sama membanggakan UGM. Bagi saya, momen ini menandai titik kebangkitan UGM dalam kompetisi teknisi jembatan, baik di tingkat nasional maupun nantinya internasional,” ujar Afifuddin.
Inovasi yang kedua tim hadirkan ini merupakan hasil dari kerjasama yang solid, semangat juang tinggi, dan konsisten dari seluruh anggota tim. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat terus berinovasi dan mengharumkan nama Universitas Gadjah Mada di tingkat nasional maupun internasional.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tim GMBB