
Unjuk rasa di Jakarta pada kamis (28/8) lalu menewaskan pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, menjadi korban akibat terlindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta. Kendaraan yang seharusnya dipergunakan untuk menunjang keselamatan warga malah menjadi penyebab kematian warga.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M., menyebutkan kejadian penabrakan dan pelindasan ini sudah termasuk dalam kategori pidana pembunuhan bukan hanya sekedar pelanggaran etik. “Seharusnya pengemudi mobil rantis diproses hukum pidana tidak sekadar etik”, ungkapnya,Senin (1/9).
Menurutnya dari kasus tersebut ditengarai ada unsur kesengajaan yang dilakukan aparat kepolisian dengan membawa mobil rantis di tengah kerumunan dan tetap melaju ketika sudah menabrak korban. Akbar meminta agar polisi mengusut tuntas kasus penabrakan pengemudi ojek online dengan terbuka dan transparan. Ia pun meminta publik untuk mengawal kasus ini dengan tuntas agar korban dan keluarganya mendapat keadilan hukum.
Soal pengawalan aksi yang berakhir dengan tragedi ini, Akbar menilai, pihak aparat keamanan bisa mengawal aksi unjuk rasa dengan baik sebab penyampaian aspirasi merupakan hak setiap warga negara. “Pengawalan kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan lebih hati-hati karena menyangkut massa dengan jumlah yang besar,” tuturnya.
Ia pun mafhum dengan kemarahan publik tak terbendung pasca peristiwa tersebut. Pasalnya, pihak kepolisian yang semestinya menjadi pelindung bagi warga sipil, justru sebaliknya dengan bersikap tidak humanis dengan peserta demo. “Seharusnya dikawal dan tidak dibubarkan dengan gas air mata serta kekerasan lain,” pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : IG Aksikamisanjogja