
Sebanyak 481 Kepala daerah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto yang digelar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2) kemarin. Kepala daerah yang dilantik sekarang ini didominasi oleh pasangan yang diusung oleh gabungan partai-partai Koalisi Indonesia Maju atau KIM plus, yang merupakan koalisi partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A., menilai kepala daerah pemenang pilgub dan pilbup yang didominasi oleh kaolisi KIM Plus tidak menjamin keselarasan kebijakan dan program antara pusat dan daerah. Mengingat tak sinkronnya perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah selama ini berakar pada peraturan perundang-undangan.“Kalau saya melihat persoalannya itu lebih kepada ketidaksinkronan antara regulasi di pusat dan daerah,” katanya di kampus UGM, Jumat (21/2).
Soal dominasi KIM Plus sebagai pemenang dalam kontestasi Pilkada 2024 lalu menurut Alfath telah didesain sejak awal. Para pemenangnya pun sudah bisa diketahui sejak dari awal. Bahkan sejak saat proses pencalonan. “Terutama di wilayah-wilayah kabupaten, tapi apabila di wilayah urban atau perkotaan, masyarakatnya lebih terdidik dan lebih mempunyai kesadaran kritis,” katanya.
Meski para kepala daerah yang baru merupakan bagian dari partai pendukung pemerintah, namun Alfath berharap kelompok masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat hingga kaum terdidik di dunia kampus bisa mengambil peran untuk mengkritisi berbagai kebijakan yang dianggap berpotensi korup dan penyalahgunaan kekuasaan. “Kalau ada potensi korup, ada potensi abuse of power harus dikontrol sehingga publik bisa mengakses suara informasi itu dengan baik. Di sisi lain, harapannya tentu saja dunia kampus dan setiap pemangku kepentingan dapat mengawal jalannya pemerintahan,” pesannya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson