“Mak, Pak biru!” ucap Johan kepada orang tuanya di hari Selasa 26 Maret 2024 sore sepulang dari acara kelulusan di sekolah. Hari itu, hari dimana jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP) 2024 diumumkan.
Sindak Manahara Rajaguguk (44) dan Tiurma Lumban Raja (37) pun diam tak paham. Keduanya hanya terbengong, dan baru paham setelah Johan memeluk dan memberi tahu.
Tak lama senyum bahagia mengembang dari pasangan suami istri Sindak Manahara Rajaguguk dan Tiurma Lumban Raja saat paham bila putra sulungnya, Johan Vylvius Rajaguguk (18) tengah bergembira karena lolos seleksi mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada tanpa tes jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP) 2024 dan diterima di Prodi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB). Pasutri inipun tak pernah menyangka mereka yang hidup di Desa Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara pada akhirnya bisa melihat anaknya mengenyam pendidikan hingga tingkat pendidikan tinggi.
Tak hanya lolos seleksi, Johan pun dinyatakan sebagai penerima Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Unggul bersubsidi 100 persen (UKT 0) dari UGM sehingga dibebaskan dari biaya pendidikan selama kuliah. Bahkan Johan pun juga dinyatakan sebagai kandidat kuat penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dari pemerintah.
“Ini mimpi Johan, saya senang mendengar itu. Kami orang tua ini hanya selalu berdoa untuk keberhasilannya,” ucap Sindak Manahara.
Meski bukan berasal dari keluarga orang berada, dan sehari-hari hanya bekerja mengurus sawah warisan orang tua namun soal pendidikan, Sindak Manahara Rajaguguk dan Tiurma Lumban Raja memang bertekad mengusahakan semua anaknya bisa sekolah sampai bangku perguruan tinggi. Apapun cara dan sekuat yang bisa dilakukan, keduanya berkeinginan agar anak-anak tidak berhenti sekolah seperti dialami oleh keduanya.
“Saya dan istri hanya lulusan SMP. Sudah cukup kami orang tua yang gagal, janganlah anak-anak seperti kami. Jadi bagaimanapun caranya kami dorong anak-anak bisa sekolah dengan baik hingga perguruan tinggi,” paparnya saat ditemui di kediamannya belum lama ini.
Pasangan pasutri ini selama ini memang bermimpi bisa menyekolahkan semua anaknya hingga bangku perguruan tinggi. Melihat anak-anak mereka bisa diwisuda di kampus-kampus terbaik di Indonesia.
Dengan mimpinya itu, Sindak sesungguhnya mengaku memiliki kekhawatiran. Ia sadar hanya petani yang menggarap sawah warisan orang tua tak seberapa. Di saat musim penghujan menanam padi dan di musim kemarau menanam jagung.
Begitulah kebiasaanya dalam bertani selama ini. Penjualan hasil panen pun tidak seberapa, dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Sementara sang istri membantu perekonomian keluarga dengan berjualan jus di rumah.
“Memang yang selalu terpikir adalah untuk bisa menguliahkan anak. Biayanya kan tidak sedikit. Saya pun pada akhirnya mendorong Johan untuk tekun dan giat belajar agar mendapat nilai baik selama sekolah,” ucap Sindak.
Sindak meyakini jika manusia mau berusaha yang terbaik tentu ada jalan. Untung, katanya, Johan anak yang penurut yang akhirnya rajin dan berkemauan kuat belajar.
Hasilnya, Johan pun selalu langganan sukses mencetak sederet prestasi akademis dari bangku SD sampai SMA. Tensi kekhawatiran orang tua pun sedikit mereda karena meyakini keinginan anaknya untuk bisa kuliah nampaknya bisa terwujud entah di dekat-dekat Sumatra ataupun di luar.
“Saya tidak bisa lagi mengungkapkan dengan kata-kata kebahagiaan saat tahu Johan lulus diterima kuliah di FEB UGM. Gratis lagi, tanpa dipungut biaya sepeserpun,” ungkap Sindak pelan menangis.
Tiurma, ibunda Johan merasa senang dan bersyukur atas pencapaian anak sulungnya. Dengan mata berkaca-kaca menahan haru, ia mengungkap harapan Johan mampu menjalani kuliah dengan lancar.
Johan bisa menjalani studi dengan baik, dan setelah lulus segera mendapatkan pekerjaan yang dicita-citakan dan bisa turut mengubah nasib keluarga. Dengan diterima FEB UGM, kata Tiurma, Johan bisa menjadi contoh untuk adiknya yang hendak masuk SMA.
Tak berhenti disitu, Tiurma juga memiliki keinginan putra bungsunya yang saat ini hendak masuk jenjang SMA bisa mengikuti jejak sang kakak.
“Semoga adiknya mencontoh Johan kakaknya. Kami sangat berterimakasih kepada FEB UGM yang telah menerima Johan. Menjadi kebanggaan tersendiri bagi kami, tidak menyangka anaknya bisa lolos tanpa tes dan bisa kuliah gratis,” paparnya.
Kuliah Untuk Memutus Rantai Kemiskinan
Johan bermimpi bisa kuliah sejak berada di bangku sekolah dasar. Segala proses kemudian berjalan, dan dia sangat meyakini kuliah sebagai bagian dari pendidikan menjadi jalan untuk memangkas rantai kemiskinan di keluarganya.
Tidak tanggung-tanggung dan mungkin diremehkan karena ia bermimpi bisa kuliah di UGM, salah satu universitas terbaik di Indonesia. Sekali lagi, mimpi besarnya adalah bisa kuliah di UGM. Karenanya iapun bertekad dan mengimbangi dengan berprestasi di setiap jenjang pendidikan yang dilalui.
Saat menjalani pendidikan di SD N 3 Nainggolan ia selalu menduduki peringkat pertama di sekolah. Pun saat di bangku SMP N 1 Nainggolan dan SMA N 1 Pangururan, prestasi terus berlanjut dengan selalu masuk dalam deretan peringkat atas sekolah.
Selain di bidang akademik, Johan juga berhasil mencatatkan prestasi di bidang non akademis. Diantaranya berhasil menjuarai Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) cabang Pantomim Tingkat Kecamatan Nainggolan (2017), Juara Harapan 2 Lomba Festival Kebudayaan Cabang Kriya Kabupaten Samosir (2023), dan Peraih Grade A pada Grand Final USU Student Olympiad (2023).
Sempat Pesimis
Ada keraguan dan sempat merasa pesimis saat akan mendaftar kuliah melalui jalur prestasi. Johan mengaku dihinggapi rasa ketakutan tidak lolos bersaing dengan ribuan siswa lainnya dari berbagai daerah di Indonesia.
Apalagi mengingat dia hanya seorang anak dari keluarga biasa yang lahir dan besar di sebuah desa kecil. Menjalani hidup jauh dari pusat kota Medan dengan keterbatasan fasilitas.
“Diterima di FEB UGM menjadi momen yang paling membahagiakan bagi saya. Sebelumnya ada rasa pesimis dan takut tidak diterima,” ungkap Johan.
Keinginannya kuliah di UGM begitu kuat. Meski sebelum-sebelumnya Johan bercerita tidak mendapat dukungan dari kedua orang tuanya. Mereka berharap ia mengambil sekolah kedinasan yang tidak berbayar.
Lagi-lagi persoalan biaya menjadi pertimbangan orang tuanya. Tak ada cara lain buat dirinya untuk terus berusaha meyakinkan orang tuanya agar diperbolehkan mendaftar kuliah di UGM.
“Saya menjajikan mencari beasiswa agar tidak membebani. Saat itu saya bilang ke Bapak dan Mamak. Pak, Mak tenang saja pasti akan ada jalan untuk Johan, nanti akan cari beasiswa,” terangnya.
Ingin Jadi Pengusaha Bisnis Fashion
Memilih Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Johan ternyata memiliki mimpi mendirikan bisnis fashion. Untuk mendukung impiannya itu, sejak SMA dia memiliki catatan gemilang dalam mata pelajaran ekonomi.
Johan pun bercerita bila ia sempat bimbang di saat akan memilih program studi. Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk mengambil prodi Ilmu Ekonomi yang dinilainya cukup menantang dengan prospek kerja yang menjanjikan.
“Puji Tuhan bisa lolos jalur SNBP. Sebenarnya tidak menyangka bisa lolos lewat jalur prestasi ini karena melihat rata-rata sekolah saya tidak termasuk jajaran sekolah favorit,” ungkapnya.
Johan pun semakin merasakan kebahagiaan karena janji mencari beasiswa kepada orang tuanya terwujud. Kenapa, karena ia dinyatakan salah satu penerima UKT 0 alias kuliah tanpa dipungut biaya hingga selesai kuliah.
Di titik inilah Johan semakin yakin betapa besarnya kekuatan doa orang tua dan kuasa Tuhan pada umatnya yang mau berusaha. “Selama kita bersama Tuhan, yakinlah kesuksesan itu akan kita dapatkan atas kuasa Tuhan,” pungkasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum/ Humas FEB UGM
Tulis ulang: Agung Nugroho