Gamagora 7, varietas padi hasil pemuliaan Universitas Gadjah Mada yang dirancang untuk menghadapi tantangan produksi di berbagai kondisi agroekologi, kini telah ditanam di sejumlah wilayah. Gamagora 7 tercatat berhasil dibudidayakan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan hingga di pulau Enggano Bengkulu. Varietas ini menonjol melalui umur panen yang lebih singkat dan performa yang stabil di berbagai lokasi. Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa inovasi dari ruang riset dapat tumbuh menjadi solusi yang diadopsi masyarakat.
Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Prof. Taryono, menjelaskan bahwa Gamagora 7 dikembangkan untuk memberi alternatif varietas yang lebih adaptif bagi petani. Ia menyebut bahwa umur panen yang lebih cepat memberi ruang bagi petani untuk mengatur musim tanam secara lebih fleksibel. Karakter itu menjadi salah satu alasan varietas ini mendapat respons positif di berbagai daerah. “Kami sebetulnya punya keinginan untuk melepas nomor-nomor gamagora lainnya,” ungkapnya, Rabu (10/12).
Menurut Taryono, kerja pemuliaan selalu bergerak mengikuti perubahan kondisi dan kebutuhan petani di lapangan. Gamagora 7 menjadi salah satu hasil yang mencerminkan respons terhadap dinamika tersebut, terutama ketika hasil pengujian menunjukkan stabilitas yang baik. “Harapan kami, varietas ini memberi manfaat nyata bagi petani di berbagai daerah,” kata Taryono.
Dalam satu sesi wawancara September silam, Breeder UGM, Ir. Supriyanta, M.P., menjadi salah satu sosok penting dalam perjalanan panjang pengembangan Gamagora 7. Supriyanta menjelaskan ia menjalani proses seleksi dan evaluasi selama bertahun-tahun hingga karakter varietas ini terbentuk dengan lebih kuat. Setiap musim uji menghasilkan catatan baru yang membantu menentukan arah perbaikan varietas. “Pemuliaan itu seperti memperbaiki kapal bocor, selama kecepatan kita memompa lebih besar dari air yang masuk, kapal akan tetap berjalan. Begitu juga pemuliaan, selalu ada tantangan, tapi kita harus terus bergerak,” ujarnya.

Supriyanta menekankan pentingnya interaksi langsung dengan petani untuk memahami sejauh mana varietas dapat menjawab kebutuhan di lapangan. Ia menyebut bahwa masukan dari petani memperkaya proses riset dan membantu memperkuat rekomendasi budidaya. Melalui pendampingan, peneliti dapat melihat bagaimana varietas beradaptasi dengan pola pengelolaan lahan yang berbeda. “Saya selalu berpikir bagaimana varietas ini bisa menjawab tantangan petani,” tuturnya.
Menurutnya, keberhasilan varietas bergantung pada hasil panen sekaligus kemudahan petani dalam membudidayakannya. Gamagora 7 menunjukkan karakter pertumbuhan yang cukup responsif terhadap berbagai kondisi lahan, sehingga memudahkan petani dalam proses pengelolaan. Pengalaman itu memberi keyakinan bahwa varietas ini dapat berkembang lebih luas. “Saya berharap varietas ini membawa manfaat nyata di lapangan,” harap Supriyanta.
Taufan Alam, S.P., M.Sc., peneliti muda yang terlibat dalam pengujian lapangan, melihat Gamagora 7 sebagai momentum penting dalam penguatan riset pemuliaan di UGM. Ia menilai bahwa data dan pengamatan lapangan memberikan fondasi kuat untuk pengembangan varietas generasi berikutnya. Menurutnya, keberhasilan ini menjadi ruang belajar bagi tim untuk memperkuat inovasi di masa mendatang. “Gamagora memberi arah bagi inovasi yang lebih jauh,” katanya.
Taufan menjelaskan bahwa keberadaan varietas di banyak wilayah memberikan gambaran yang lebih luas mengenai adaptasi tanaman terhadap lingkungan berbeda. Catatan tersebut menjadi dasar untuk penyempurnaan strategi pemuliaan ke depan. Ia menilai keterlibatan petani sebagai bagian penting dalam membangun ekosistem riset yang berkelanjutan. “Kami ingin varietas ini menjadi pintu pembelajaran bagi banyak pihak,” ujarnya.
Saat ini pengembangan Gamagora 7 juga bergerak bersamaan dengan riset lanjutan di bidang agronomi. Tim tengah mengembangkan praktik Good Agricultural Practices (GAP) untuk mengoptimalkan potensi hasil varietas ini pada berbagai agroekosistem. Di sisi lain, proses pemuliaan terus berjalan melalui persiapan galur-galur baru yang diproyeksikan sebagai generasi berikutnya. “Kami berharap varietas baru ke depan lebih adaptif terhadap perubahan iklim, berdaya hasil tinggi, berkualitas baik, dan berumur genjah,” ujar Taufan.
Dengan riset yang terus bergerak maju, perjalanan Gamagora 7 menjadi fondasi penting bagi pengembangan varietas unggul UGM di masa mendatang. Para peneliti melihat bahwa inovasi pertanian memerlukan kesinambungan antara penelitian, pendampingan, dan praktik budidaya yang baik. Dukungan berbagai pihak membuat varietas ini memiliki peluang berkembang lebih luas di banyak daerah. “Kami percaya inovasi akan berkembang selama kebutuhan petani menjadi pusatnya,” pungkas Taufan.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie
