Masa kanak-kanak adalah periode penting dalam perkembangan manusia. Bagi anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), periode ini bisa menjadi tantangan besar karena mereka menghadapi masalah utama terkait kesulitan dalam mempertahankan konsentrasi yang memengaruhi proses pembelajaran.
“ADHD adalah gangguan neurodevelopmental yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi, bertindak impulsif, dan mengendalikan gerakan tubuh,” ujar Umar Abdul Aziz Susilo Rahmad Wibowo di Kampus UGM, Senin (23/10).
Jumlah anak penderita ADHD pun terus meningkat dari waktu ke waktu. Data statistik di Indonesia memperlihatkan populasi usia anak sekolah yang menderita gangguan ADHD sebanyak 2-4 persen. Jumlah tersebut saat ini mencapai 15 persen, artinya 1 dari 20 anak menderita Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
Umar Abdul Aziz menuturkan melihat kondisi tersebut dirinya bersama mahasiswa UGM lainnya membentuk tim melakukan inovasi dengan menciptakan media intervensi baru guna menjawab permasalahan anak-anak pengidap ADHD. Media intervensi baru tersebut bernama “Dakdokkonkan”.
Adalah Syafira Dyah Setyowati, Najla Ega Amalia, Sayyida Nafisa Fairoza (Psikologi 2021), Regan Alim Tsaqif dan Umar Abdul Aziz Susilo Rahmad Wibowo (Psikologi 2022) menginisiasi menciptakan permainan Dakdokkonkan. Dengan bimbingan Elga Andriana, S.Psi, M.Ed, Ph.D sebagai dosen pendamping, mereka memodifikasi permainan tradisional dakon untuk tujuan sebagai media intervensi bagi anak ADHD.
“Permainan Dakdokkonkan dimainkan oleh dua orang atau lebih dengan strategi dan aturan bermain yang berbeda dari dakon biasanya. Terdapat alur cerita yang harus didengarkan oleh masing-masing pemain agar dapat melanjutkan permainan,” ucap Aziz.
Ia menjelaskan permainan ini memiliki empat cerita yang berbeda. Penggunaan cerita dalam intervensi dapat memancing dan menstimulasi konsentrasi karena anak ADHD dan mereka akan cenderung mendengarkan serta mengikuti jalan cerita yang diceritakan. Selain itu, Dakdokkonkan memiliki ciri khas warna dan gambar yang menarik.
Menurut Syafira Dyah Setyowati permainan dengan berbagai bentuk dan warna dapat meningkatkan tiga aspek perkembangan yaitu motorik kasar, motorik halus, serta kognitif. Oleh karena itu, melalui komponen dalam permainan ini, perilaku anak ADHD berdasarkan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik anak akan dapat dianalisis untuk mengetahui perubahan konsentrasi selama pemberian intervensi.
“Dakdokkonkan muncul sebagai terapi bermain yang menarik dan efektif untuk meningkatkan konsentrasi anak dengan ADHD,” terangnya.
Najla Ega Amalia menambahkan permainan tradisional modifikasi ini memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak dengan ADHD. Disamping itu, mampu memperkenalkan dan melestarikan warisan budaya Indonesia melalui permainan tradisional, dan melalui upaya permainan ini diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih baik dan dukungan kepada anak-anak dengan ADHD dalam proses pembelajaran.
“Saya kira ini membuka peluang untuk pengembangan metode terapi yang lebih menyenangkan dan efektif bagi anak-anak dengan ADHD,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho