
Dalam sepuluh hari terakhir, gelombang panas melanda Eropa dan menyebabkan sedikitnya 2.300 kematian di 12 kota besar. Cuaca ekstrem ini bukan hanya fenomena musiman, kini menjadi simbol darurat dari krisis iklim global. Fenomena cuaca ekstrem ini kembali menegaskan bahwa perubahan iklim bukan ancaman masa depan, tetapi bencana hari ini. Para peneliti mengungkap bahwa aktivitas manusia telah meningkatkan suhu rata-rata hingga 4°C, memperparah intensitas, durasi, dan penyebaran gelombang panas di berbagai belahan dunia.
Menanggapi hal ini, Dr. Djaka Marwasta, S.Si., M.Si., pakar geografi lingkungan dari Fakultas Geografi UGM, menjelaskan bahwa gelombang panas berkaitan langsung dengan perubahan iklim akibat emisi Gas Rumah Kaca (GRK). “Kenaikan konsentrasi GRK mendorong meningkatnya frekuensi, durasi, dan sebaran gelombang panas secara global,” jelasnya pada Selasa (15/07).
Menurut Djaka, tantangan terbesar dari fenomena ini terletak pada kerentanan kelompok lansia yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu ekstrem. “Di Eropa, proporsi lansia sangat besar, sehingga dampaknya sangat terasa. Tapi di Indonesia pun, jumlah populasi lansia cukup banyak dan memerlukan perhatian khusus,” tuturnya.
Ia menyebut bahwa strategi mitigasi perlu difokuskan pada kelompok rentan. Salah satu langkah konkrit adalah evakuasi lansia ke tempat tinggal yang lebih aman saat gelombang panas terjadi. Selain itu, ia menekankan pentingnya edukasi publik. “Literasi mengenai gelombang panas dan perubahan iklim harus dilakukan secara masif lewat berbagai media agar menjangkau semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Lebih dari itu, ia mengajak generasi muda dan pembuat kebijakan untuk mengambil langkah nyata. “Kita butuh kebijakan yang bukan hanya reaktif, tapi mampu secara struktural mengurangi dampak perubahan iklim. Generasi muda harus mampu membangun pola pikir dan pola tindakan yang berorientasi pada keberlanjutan,” tegasnya.
Dengan tren pemanasan global yang semakin tak terhindarkan, semua pihak: individu, komunitas, hingga negara, dituntut untuk mengambil bagian. Karena pada akhirnya, krisis iklim adalah tanggung jawab bersama, dan gelombang panas hanyalah salah satu peringatan awal.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik