![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/WhatsApp-Image-2025-02-11-at-17.04.17-e1739324737560-794x510.jpeg)
Perkembangan teknologi digital dalam beberapa dekade terakhir telah mengubah lanskap ekonomi global. Pemasaran digital menjadi salah satu sektor yang sangat berkembang pesat, memberikan peluang besar bagi perusahaan untuk menjangkau audiens yang lebih luas melalui platform digital. Namun, dibalik potensi besar tersebut, perlunya pengaturan yang lebih baik agar sektor ini tidak merugikan konsumen dan tetap beroperasi dengan prinsip keadilan dan transparansi.
Hal itu mengemuka dalam seminar internasional bertajuk High Education and Role for Blue Economy Enhancement pada Selasa (11/2) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Kegiatan seminar yang dilaksanakan dalam rangka menyongsong Dies Natalis ke-79 FH UGM ini, menghadirkan dua pembicara yakni Prof. Dr. Sybe de Vries, Dosen Ekonomi Digital dari Utrecht University, Belanda, serta Raquel Lorenz Coasta, Ph.D., selaku Konsultan Literasi Kelautan dan Inisiasi Sekolah Biru UNESCO dari Lisbon University, Portugal.
Sybe mengatakan konsep pemasaran digital bukan hanya soal menjual produk atau layanan, tetapi juga soal bagaimana kita berinteraksi dengan konsumen di dunia maya. “Bagaimana data mereka digunakan, dan bagaimana kita bisa memastikan bahwa hak-hak konsumen tetap terjaga serta terlindungi,” ujarnya lugas.
Beliau menggarisbawahi beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh Uni Eropa dalam mengatur pemasaran digital, antara lain perlindungan data dan privasi konsumen, regulasi pemasaran yang beretika, dan dinamika pasar digital global. “Di dunia digital, batas-batas geografis menjadi kabur. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil Uni Eropa dalam pemasaran digital perlu mempertimbangkan dampaknya di tingkat global, baik dalam hal perlindungan konsumen maupun persaingan pasar,” jelasnya.
Selain itu, Sybe juga menekankan pentingnya kolaborasi antara negara-negara anggota Uni Eropa untuk menyusun kebijakan yang komprehensif dan harmonis untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul akibat kemajuan teknologi digital. Ia juga menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap platform digital besar yang menguasai pasar global, seperti Google, Meta, dan Amazon yang dapat mempengaruhi cara konsumen berinteraksi dengan pemasaran digital.
Ia berharap agar negara berkembang seperti Indonesia dapat belajar dari kebijakan yang telah diterapkan oleh Uni Eropa dengan disesuaikan terhadap konteks budaya lokal masing-masing. “Setiap negara memiliki tantangan dan karakteristik yang berbeda, tetapi prinsip-prinsip dasar seperti perlindungan konsumen dan keadilan pasar harus tetap dijunjung tinggi,” tegasnya.
Melalui kacamata lain terkait ekonomi biru dan kelautan, Raquel Lorenz Coasta membuka bahasan dengan penekanan bahwa pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab besar dalam mengembangkan pemahaman tentang literasi kelautan dan bagaimana institusi akademik dapat berkontribusi terhadap ekonomi berbasis laut. “Pendidikan tinggi berperan penting dalam membentuk kebijakan, penelitian, serta inovasi yang mendukung keberlanjutan ekosistem laut,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa konsep ekonomi biru tidak hanya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga bagaimana pemanfaatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem. “Kita perlu mengedepankan pendekatan berbasis sains dalam pengelolaan sumber daya laut, termasuk dalam sektor perikanan, pariwisata bahari, serta energi terbarukan dari laut,” tambahnya.
Dalam seminar yang turut dihadiri oleh akademisi, mahasiswa, praktisi dan masyarakat sipil yang tertarik dengan isu kelautan dan kebijakan maritim ini, diskusi interaktif para peserta dengan pembicara melahirkan wawasan baru mengenai kontribusi pendidikan tinggi dalam membangun kesadaran serta mendorong inovasi di bidang ekonomi biru dengan pemasaran digital yang bertanggung jawab.
Dekan Fakultas Hukum UGM, Dahliana Hasan, Ph.D., dalam sambutannya, mengatakan kegiatan seminar internasional soal perlindungan data konsumen dan ekonomi biru yang ada di Uni Eropa ini sebagai bagian dari upaya akademik dalam memberikan wawasan yang lebih luas kepada mahasiswa dan masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sumber daya kelautan yang berkelanjutan. “Kami berharap diskusi ini dapat membuka peluang kolaborasi lebih lanjut antara akademisi, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam mendukung ekonomi biru yang berkelanjutan,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa seminar internasional ini menjadi bukti komitmen Fakultas Hukum UGM dalam menghadirkan kajian akademik yang relevan dengan isu-isu global, khususnya dalam mendukung pengelolaan sumber daya laut secara bijak untuk kesejahteraan bersama.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Humas Fakultas Hukum