Perkembangan obat herbal di Indonesia saat ini telah mencapai kemajuan yang sangat signifikan. Hal ini didukung oleh kemajuan sains dan teknologi membuat obat herbal saat ini sudah teruji dari aspek keamanan, khasiat, hingga mutu. Tidak heran, Organisasi Kesehatan Dunia melalui International Regulatory Cooperation for Herbal Medicines (WHO–IRCH) memberikan apresiasi kepada Indonesia atas komitmen dan kepemimpinannya dalam pengembangan obat herbal berstandar internasional. Akan tetapi dewasa ini, muncul kekhawatiran masyarakat mengenai obat herbal yang kurang memiliki standarisasi ilmiah, hingga munculnya obat herbal yang belum terdaftar di pasaran.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr.rer.nat. Nanang Fakhrudin, M.Si., Apt., menilai Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi strategis untuk menjadi pusat industri obat herbal yang berstandar internasional. Apalagi Indonesia diberkahi oleh adanya kekayaan biodiversitas baik di darat maupun di laut, sehingga menurutnya Indonesia memiliki modal kuat dalam mengembangkan produk herbal yang mampu bersaing secara global. “Tradisi panjang pemanfaatan jamu, kemajuan riset ilmiah, serta teknologi ekstraksi yang sudah modern menjadi fondasi kuat dalam mengembangkan produk herbal yang dapat bersaing secara internasional,” jelasnya, Selasa (11/11).
Nanang menyampaikan, industri obat herbal di Indonesia saat ini telah melahirkan banyak inovasi mulai dari produk jamu berbasis empiris, Obat Herbal Terstandar (OHT), hingga fitofarmaka yang sudah teruji klinik. Produk inovatif tersebut telah dikembangkan dengan terjalinnya kolaborasi baik antara universitas dengan lembaga riset dalam mengatasi berbagai indikasi seperti untuk meningkatkan imunitas, mengendalikan diabetes, kesehatan hati, serta penyakit sendi. “Produk yang dihasilkan tidak hanya dipasarkan dalam skala nasional, tetapi sudah menembus pasar global,” ujarnya.
Meskipun begitu, Nanang menyampaikan bahwa saat ini pengembangan obat herbal di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah ketersediaan bahan baku yang belum sepenuhnya terstandar dan masih banyak pelaku industri memanfaatkan bahan baku dari tanaman liar yang belum dibudidayakan dengan prinsip good agricultural practice. Ia menyayangkan kurangnya sinergi antara riset, industri, dan sektor pelayanan kesehatan yang menyebabkan hasil penelitian kurang dapat dikomersialisasikan. “Saat ini penerimaan tenaga medis terhadap obat herbal masih rendah, hingga obat herbal saat ini belum diakomodasi pada sistem asuransi kesehatan membuat adopsi kepercayaan terhadap produk herbal masih terbatas di kalangan dokter dan praktisi kesehatan,” jelasnya.
Lebih lanjut, terdapat kendala dalam proses pembuktian ilmiah dan uji klinik terhadap efektivitas serta kenyamanan produk karena membutuhkan investasi besar hingga waktu yang panjang. Sehingga, kondisi ini menyulitkan para pelaku industri kecil dan menengah untuk dapat bersaing di kancah nasional. “Proses pembuktian ilmiah dan uji klinik memerlukan investasi besar serta waktu yang panjang, sehingga menjadi hambatan bagi pelaku industri kecil dan menengah,” ungkapnya.
Nanang mengatakan, upaya pengembangan obat herbal dapat dimulai dari dukungan pemerintah dalam membuat kebijakan serta penyederhanaan regulasi dalam memasarkan obat herbal. Perlu adanya kolaborasi lintas sektoral dimulai dengan Kementerian Pertanian dalam mengembangkan bibit budidaya tanaman herbal yang berstandar, hingga tenaga kesehatan yang mengolah tanaman herbal menjadi obat herbal yang teruji ilmiah dan dapat bermanfaat bagi masyarakat. Menurutnya, terjalinnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, ahli farmasi, hingga masyarakat sangat dibutuhkan dalam menciptakan ekosistem inovasi herbal dari hulu ke hilir.
Menanggapi apresiasi dari WHO, ia menilai hal ini dapat menjadi momentum berharga bagi industri obat herbal di Indonesia untuk lebih memperhatikan mutu dan meningkatkan kualitas. Ia berharap, dengan adanya apresiasi tersebut dapat mendorong industri obat herbal di Indonesia dapat berkembang kuat dan dipercaya oleh masyarakat luas. “Harapannya produk herbal Indonesia memiliki dasar saintifik yang kuat, dipercaya oleh dokter dan tenaga kesehatan lain, serta dimanfaatkan oleh masyarakat dengan efikasi dan keamanan yang terjamin,” pungkasnya.
Penulis : Cyntia Noviana
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik
