
Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memegang peran penting dalam isu keanekaragaman hayati global. Isu ini tidak hanya menyangkut konservasi, tetapi juga terkait dengan ketahanan pangan, kesehatan, ekonomi, hingga budaya masyarakat. Penguatan riset biodiversitas harus sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan ketahanan bangsa. Oleh karena itu, riset di bidang biodiversitas perlu diarahkan tidak hanya pada konservasi, tetapi juga pemanfaatan berkelanjutan yang mendukung sektor pangan, farmasi, energi terbarukan, dan mitigasi perubahan iklim.
Ketua Dewan Pengarah BRIN, Prof. Dr. (H.C.) Hj. Megawati Soekarnoputri menekankan pentingnya semangat nasionalisme dan kedaulatan bangsa dalam setiap upaya riset dan inovasi, termasuk pengelolaan biodiversitas. Ia menegaskan, penguatan riset harus disertai dengan kesadaran sejarah, komitmen menjaga lingkungan, serta keberanian generasi muda untuk mengambil peran. Megawati juga mengingatkan bahwa perempuan Indonesia memiliki kontribusi besar dalam perjuangan bangsa, sehingga kiprah mereka dalam dunia riset dan kebijakan perlu terus diperkuat. “Anak muda harus ingat bahwa negeri ini milik kalian. Gunakan ilmu dan kemampuan kalian untuk menjaga Indonesia agar tetap merdeka, berdaulat, dan abadi,” pesannya workshop ‘Pengelolaan Biodiversitas dan Penguatan HKI untuk Masa Depan Berkelanjutan: Sinergi UGM–BRIN’ di Balai Senat UGM, Rabu (1/10).
Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Ova Emilia meneguhkan komitmennya dalam riset dan konservasi biodiversitas tropis melalui penguatan kerja sama antara UGM dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam riset, konservasi, serta perlindungan hak kekayaan intelektual. “Melalui kolaborasi ini, UGM ingin memperkuat ekosistem riset biodiversitas agar hasilnya dapat berdampak nyata bagi pembangunan berkelanjutan,” ujar Rektor UGM, Prof. Ova Emilia.
Rektor menekankan bahwa UGM saat ini mendorong kapasitas riset melalui fasilitas unggulan seperti Manajemen Laboratorium Terpadu (MLT), Integrated Genome Factory (IGF), Porok Marine Research Station, Gedung Moeso Suryowinoto Indonesia Biodiversitas Center (MSIBC), serta Bank Genetik PIAT.
Lebih jauh, UGM juga mengembangkan program dan inovasi unggulan, mulai dari Profesi Kurator Keanekaragaman Hayati (PKKH) yang pertama di Asia Tenggara, pengembangan Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI), hingga konsistensi dalam perlindungan sumber daya genetik melalui Bank Genetik PIAT yang meraih penghargaan Indonesian Breeder Award di tahun 2021 silam. Rektor menyebut, pada 2024 UGM mencatat 28 hak cipta dan 30 paten biodiversitas, sementara pada 2025 hingga September telah terdaftar 11 hak cipta dan 19 paten. “Data ini menunjukkan komitmen UGM untuk tidak berhenti menghasilkan inovasi, tetapi juga memperkuat perlindungan hukum atas biodiversitas nasional,” ungkapnya.
Anggota Dewan Pengarah BRIN, Dr. Bambang Kesowo, S.H., LL.M., dalam keynote speech-nya menekankan bahwa pengelolaan biodiversitas nasional tidak bisa dilepaskan dari tata kelola HKI yang kuat. Ia menyebut, tanpa perlindungan hukum yang jelas, hasil riset dan kekayaan hayati Indonesia akan rentan dieksploitasi oleh pihak luar. Karena itu, diperlukan desain regulasi yang komprehensif agar biodiversitas dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, sekaligus memperkuat daya saing bangsa.
Bambang juga mendorong UGM untuk memperluas pendidikan dan pemahaman tentang HKI tidak hanya di fakultas hukum, tetapi juga di fakultas-fakultas lainnya, yakni agrokompleks, sains, dan sosiohumaniora. “Penguatan HKI menjadi fondasi penting dalam menjaga kedaulatan bangsa atas potensi biodiversitas yang sangat kaya,” ujarnya.
Kepala BRIN, Dr. Laksana Tri Handoko, menuturkan riset di bidang biodiversitas perlu diarahkan tidak hanya pada konservasi, tetapi juga pemanfaatan berkelanjutan yang mendukung sektor pangan, farmasi, energi terbarukan, dan mitigasi perubahan iklim. Menurutnya, kolaborasi dengan UGM memiliki arti strategis karena dapat menghadirkan inovasi yang relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat, sekaligus memperkuat jejaring riset Indonesia di tingkat global. “Kami melihat UGM sebagai mitra strategis dalam pengembangan riset biodiversitas, terutama untuk menghadirkan inovasi yang bisa dihilirisasikan,” ungkap Handoko.
Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Budi S. Daryono, M.Agr.Sc., memaparkan materi tentang Status dan Tren Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI) yang kini dikembangkan sebagai indikator nasional untuk memantau kondisi keanekaragaman hayati. IBI digunakan untuk mengukur kekayaan spesies, distribusi populasi, dan keseimbangan ekosistem, sehingga dapat menjadi dasar perumusan kebijakan konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
Menurut Budi, instrumen ilmiah ini juga penting untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim serta mendukung pencapaian target SDGs Indonesia. “Tren biodiversitas di Indonesia perlu dipantau secara ilmiah agar langkah konservasi dapat dilakukan secara tepat dan berkelanjutan,” ujar Budi.
Workshop kali ini juga menjadi momentum penandatanganan Kesepakatan Bersama (MoU) antara BRIN dan UGM tentang pelestarian serta pemanfaatan biodiversitas tropis yang ditandatangani oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc. Pada kesempatan yang sama, turut dilakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BRIN dan UGM mengenai pengelolaan kekayaan intelektual sumber daya hayati, yang ditandatangani oleh Plt. Direktur Pengembangan Usaha UGM, Prof. Ir. Sang Kompiang Wirawan, S.T., M.T., Ph.D.
Kegiatan workshop juga turut dirangkaikan dengan Mini Expo yang menampilkan hasil-hasil riset hilirisasi biodiversitas UGM. Pameran ini memperlihatkan berbagai inovasi yang lahir dari kekayaan hayati tropis Indonesia dan telah dilindungi melalui mekanisme HKI. Melalui workshop ini, UGM semakin mempertegas posisinya sebagai pusat riset biodiversitas tropis yang tidak hanya berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi turut menghadirkan solusi nyata bagi pembangunan berkelanjutan.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Firsto