Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora (RSH) UGM melakukan riset kondisi psikologis dari pengemudi ojek online. Riset kondisi psikologis pengemudi ojek online dilakukan kepada mereka yang bergabung pada lebih dari satu platform atau multi-platform di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Menjadi pengemudi ojek online multi-platform dinilai dapat meningkatkan jumlah pendapatan ditengah semakin menjamurnya jumlah pengemudi ojek online. Untuk itu menjadi penting menggali permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian mengenai dinamika psikologis dalam motivasi dan eksploitasi pengemudi ojek online multi-platform.
Adalah Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UGM Riset Sosial Humaniora yang terdiri dari Daffa Naufal Nurrahmad, Salma Nur Rahmasari (FISIPOL 2021), Doni Andika Pradana, Syahriza Indra Utomo (Filsafat 2020), dan Mutiara Ananda Putri (Psikologi 2020). Mereka melakukan riset berdasarkan data yang diperoleh bahwa alasan para pengemudi ojek online bergabung pada lebih dari satu platform perusahaan adalah karena tawaran fleksibilitas kerja dari perusahaan penyedia layanan transportasi online. Hal inilah yang kemudian menjadikan pengemudi ojek online berlomba mengejar kuantitas hasil kerja yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan kesehatan psikologis, seperti kelelahan hingga stres.
“Kami melakukan penelitian selama kurang lebih 4 bulan dengan judul Studi Fenomenologi: Dinamika Motivasi dan Eksploitasi Pengemudi Ojek Online Multi-Platform dalam Mencapai Well-Being,” ujar Daffa Naufal Nurrahmad, di Kampus UGM, Rabu (4/10).
Daffa menjelaskan untuk mendalami fenomena pengemudi ojek online multi-platform secara komprehensif, Tim PKM-RSH UGM menggunakan perspektif interdisipliner. Penelitian berupaya menyelidiki fenomena pengemudi ojek online melalui perspektif sosial-politik yang menyorot relasi antara pemerintah, perusahaan platform, dan pengemudi ojek online serta payung hukum yang berlaku.
Mutiara Ananda Putri turut menjelaskan bahwa dari perspektif psikologi, Tim PKM-RSH UGM berupaya untuk mendalami dinamika motivasi dan eksploitasi pengemudi ojek online yang bergabung pada lebih dari satu platform atau multi-platform. Menurutnya, aspek well-being bisa menjadi indikator dalam menilai dinamika motivasi dan eksploitasi yang dialami pengemudi ojek online.
“Kecenderungan yang kami temukan berdasarkan temuan data di lapangan, pengemudi ojek online multi-platform merasa khawatir dan cemas ketika mendapatkan dua atau lebih orderan masuk pada waktu yang hampir bersamaan,” jelas Mutiara Ananda.
Salma Nur Rahmasari menambahkan bahwa para pengemudi ojek online mengaku merasa tidak cukup jika hanya bergabung dengan satu platform. Apalagi dengan telah berakhirnya masa “bulan madu” ojek online. Dengan kata lain dengan bergabung pada lebih dari satu platform memberikan harapan pendapatan yang lebih baik daripada hanya bergantung pada satu platform penyedia layanan.
“Tuntutan ekonomi menjadi faktor utama yang mendorong pengemudi ojek online bergabung pada lebih dari satu platform penyedia layanan” terangnya.
Dalam pandangan yang sama, Doni Andika Pradana dan Syahriza Indra Utomo menerangkan fleksibilitas kerja yang dijanjikan perusahaan dalam kenyataan belum memberikan kesejahteraan bagi pengemudi ojek online. Menurut keduanya, kehadiran perusahaan platform penyedia layanan secara digital sebagai media perantara hanya bersifat semu. Legitimasi dengan status “mitra” yang disandang pengemudi ojek online dan dipayungi secara hukum telah memberikan celah eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan platform penyedia layanan.
“Oleh karena itu, menurut kami diperlukan upaya mitigasi untuk mengatasi masalah payung hukum ini, serta dampak psikologis yang dialami pengemudi ojek online,” papar Doni Andika didampingi Syahriza Indra Utomo.
Penulis : Agung Nugroho