
Donor darah adalah wujud kepedulian yang mampu menyelamatkan banyak nyawa. Namun, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar seseorang bisa lolos skrining donor darah. Melalui Podcast ‘TikTalk RSA UGM’, pada Jumat (26/9) silam, Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada menghadirkan Kepala Instalasi Unit Transfusi Darah, dr. Titien Budhiaty, Sp.PK., untuk membahas hal ini secara tuntas. Titien mengungkapkan syarat utama calon pendonor adalah sehat secara umum, dengan berat badan minimal 50 kilogram dan kadar hemoglobin di atas 12,5. “Pendonor juga harus berusia 17 hingga 60 tahun, dan apabila sudah rutin mendonor, tetap diperkenankan setelah usia 60,” ungkapnya.
Persiapan sebelum donor juga menjadi faktor penting agar proses berjalan lancar. Menurut Titien, pendonor dianjurkan makan dan minum cukup sekitar satu jam sebelum donor untuk mencegah risiko pingsan. Ia menyebutkan, kasus pendonor pingsan umumnya dipicu kurang istirahat, donor pertama kali, atau tidak cukup minum. Puasa saat donor memang tidak dianjurkan, meskipun ada beberapa pendonor rutin yang mampu melakukannya dengan baik. “Kami menyarankan pendonor memastikan kondisi tubuh bugar dan asupan gizi tercukupi sebelum melakukan donor darah,” jelasnya.
Kadar hemoglobin sering menjadi penyebab calon pendonor gagal saat skrining. Titien menyarankan masyarakat memperhatikan pola makan dengan mengonsumsi sumber zat besi dari daging, sayuran, dan buah. Ia mengingatkan, kebiasaan minum teh setelah makan dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh. Sebagai gantinya, dianjurkan minum jus jeruk atau buah lain yang kaya vitamin C untuk membantu penyerapan. “Kalau asupan makanan kurang, suplemen zat besi juga bisa menjadi pilihan,” terang Titien.
Lebih lanjut, Titien menjelaskan, selain hemoglobin rendah, ada kondisi medis tertentu yang membuat seseorang tidak dianjurkan mendonor. Pasien dengan hipertensi atau diabetes masih bisa donor bila terkontrol, tetapi tidak untuk mereka yang menggunakan insulin. Riwayat penyakit jantung, stroke, atau keluarga dengan hepatitis B juga menjadi pertimbangan. “Kami melarang donor darah pada kondisi yang berpotensi membahayakan kesehatan pendonor maupun penerima darah,” ujarnya.
Obat-obatan tertentu juga berpengaruh terhadap kelayakan donor darah. Mereka yang mengonsumsi obat antikoagulan, psikotropika jangka panjang, atau obat-obatan yang memengaruhi kualitas darah tidak diperkenankan mendonor. Selain itu, skrining juga menanyakan riwayat vaksinasi, malaria, hingga perjalanan ke daerah endemis penyakit tertentu. Hal ini, kata Titien, untuk menjamin keamanan darah yang ditransfusikan kepada pasien. “Pertanyaan dalam formulir skrining dirancang agar donor dan produk darah tetap aman,” katanya.
Kejujuran pendonor saat mengisi formulir menjadi kunci keberhasilan skrining. Titien menekankan bahwa setiap calon pendonor harus menjawab pertanyaan dengan benar, meski terkadang merasa sungkan di depan teman. Ia mencontohkan, jika merasa memiliki risiko tertentu, pendonor bisa memberi tahu tim medis setelah donor agar darah tidak digunakan. Transparansi ini sangat penting karena hasil tes laboratorium tidak selalu langsung menunjukkan infeksi. “Kejujuran pendonor menjadi bagian dari tanggung jawab moral dalam menyelamatkan nyawa orang lain,” tuturnya.
Selain kesehatan, gaya hidup juga berpengaruh pada kelancaran donor darah. Pola makan bergizi, tidur cukup, dan olahraga rutin membantu menjaga kondisi tubuh tetap prima untuk donor. Begadang, pola makan tidak teratur, atau jarang olahraga berisiko menggagalkan proses donor. Titien menambahkan, menjaga kesehatan bukan hanya demi donor darah, tetapi juga investasi jangka panjang bagi tubuh. “Jika tubuh sehat, kita bisa menjadi pendonor darah secara rutin,” ucapnya.
Bagi sebagian orang, donor darah bahkan sudah menjadi kebutuhan karena merasa lebih sehat setelah melakukannya. Menurut Titien, banyak pendonor rutin yang mengaku tubuh terasa tidak nyaman jika melewati jadwal donor. Ia menyebutkan, ada pasien yang mampu bertahan hidup berkat ketersediaan darah dari para pendonor sukarela. Hal ini membuktikan pentingnya stok darah yang cukup di rumah sakit. “Donor darah adalah amal kebaikan yang benar-benar bisa menyelamatkan nyawa,” pungkasnya.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Podcast TikTalk RSA UGM dan Gynecologic Portal