
Humas Universitas Gadjah Mada melalui Tim ‘Riset Kuat Pangan Hebat’ menyelenggarakan talkshow bertajuk ‘Obrolan Kecil, Harapan Besar: Indonesia Tanpa Kelaparan’, Selasa (24/9), di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK). Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Inovokasia 2025 sekaligus mempertegas komitmen UGM dalam menghadirkan solusi nyata bagi ketahanan pangan nasional.
Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Prof. Dr. Ir. Taryono, M.Sc., sekaligus innovator benih padi Gamagora 7 dan beras Presokazi, sebagai pembicara dalam talkshow tersebut menegaskan bahwa ketahanan pangan hanya dapat dicapai bila riset tidak berhenti di laboratorium, melainkan benar-benar hadir di tengah petani. Menurutnya, strategi pertanian intensif yang ramah lingkungan penting dikembangkan agar masyarakat dapat mengakses pangan yang cukup, aman, dan bergizi. “Kita harus membangun sistem pangan yang mandiri sekaligus berkelanjutan untuk mewujudkan SDGs 2 tanpa kelaparan,” ungkapnya.
Salah satu inovasi yang dikembangkan UGM adalah varietas padi unggul Gamagora 7. Varietas ini memiliki umur genjah, produktivitas tinggi, dan kandungan gizi yang lebih baik dibanding varietas konvensional. Dari varietas inilah lahir beras premium Presokazi, hasil hilirisasi padi Gamagora 7 yang kaya akan kandungan zat besi (Fe) dan seng (Zn) serta memiliki profil nutrisi dengan kadar protein tinggi. “Presokazi bukan hanya beras berkualitas, tetapi wujud nyata riset pangan yang mampu menjawab isu gizi dan kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Dalam sesi diskusi, seorang mahasiswa asal Jawa Barat yang sedang berkuliah di Fakultas Biologi UGM, menanyakan bagaimana kinerja padi Gamagora 7 ketika ditanam di daerahnya yang sering menghadapi masalah hama dan keterbatasan air. “Saya ingin tahu bagaimana hasil penanaman padi Gamagora di Jawa Barat, khususnya terkait ketahanan terhadap hama dan kondisi lahan kering,” ucapnya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Taryono menjelaskan bahwa uji coba di beberapa lokasi di Jawa Barat menunjukkan hasil yang cukup menjanjikan. Varietas ini tetap mampu tumbuh dengan baik meski menghadapi keterbatasan irigasi, walau tetap membutuhkan pendampingan teknis dalam pengendalian hama. “Gamagora 7 menghasilkan beras dengan cita rasa enak yang disukai konsumen, namun justru karena itu perlu perhatian ekstra terhadap serangan tikus,” terangnya.
Lebih lanjut, Taryono menekankan bahwa tantangan terbesar bukan hanya pada aspek teknis, melainkan juga sosial dan ekonomi. Petani sering kali enggan beralih dari varietas lama karena keterbatasan modal dan kebiasaan yang sudah mengakar. Menurutnya, universitas memiliki tanggung jawab untuk mendampingi, melatih, sekaligus menyediakan informasi yang mudah dipahami petani. “Riset pangan baru akan berdampak luas bila petani merasa didukung dan diberdayakan,” tegasnya.
Talkshow ini memperlihatkan bagaimana riset pangan UGM hadir untuk masyarakat, sekaligus mendorong pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Melalui inovasi varietas unggul dan beras bernutrisi, UGM berperan aktif dalam membangun ketahanan pangan berkelanjutan serta berkontribusi pada upaya pencegahan stunting di Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi wujud nyata hilirisasi penelitian kampus agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat. Dengan demikian, UGM terus menegaskan posisinya sebagai pelopor riset pangan yang memberikan solusi konkret bagi bangsa.
Penulis : Triya Andriyani
Foto. : Donnie