
Kebutuhan pangan produk pertanian dan peternakan semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk ditambah adanya program makan bergizi gratis dan minum susu yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan produk ternak bebas antibiotik, sehat, dan usaha peternakan yang ramah lingkungan yang memenuhi animal welfare.
Tantangan tersebut mendorong peneliti baik di industri maupun di perguruan tinggi melakukan penelitian terkait produk hasil ternak yang menyehatkan salah satunya pengembangan fitobiotik. Pasalnya, senyawa metabolit sekunder dari tanaman ini menyumbang keuntungan dari segi kesehatan dan dapat dimanfaatkan sebagai obat, insektisida, herbisida, dan feed additive pada pakan ternak. Apalagi adanya pelarangan penggunaan antibiotik pada hewan ternak juga menjadi faktor melonjaknya penggunaan fitobiotik sebagai substitusinya. “Antibiotik membuat ternak resisten terhadap obat-obatan. Fitobiotik ini mampu dijadikan sebagai antibiotic growth promoters replacer,” kata Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ir. Chusnul Hanim, M.Si.,IPM., ASEAN Eng., dalam pidato pengukuhan Guru Besar yang berlangsung di Balai Senat UGM, Selasa (10/6).
Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Fitobiotik dan Aplikasinya untuk Peternakan Masa Depan: Produktivitas, Kualitas Produk Hasil Ternak, dan Emisi Metan”, Hanim memaparkan bahwa fitobiotik dapat diaplikasikan pada pakan ternak dan umumnya ditambahkan dalam pakan ayam petelur sehingga warna kuning telurnya semakin meningkat. Lalu pada ayam pedaging, pemberian pakan dengan kadar protein lebih rendah 2% dan penambahan premix herbal fungsional yang mengandung fitobiotik mampu menghasilkan performa produksi ayam pedaging menyamai yang diberi pakan komersial dengan kadar protein pakan normal. “Adanya premix herbal fitobiotik mampu berperan sebagai antioksidan, meskipun pakan mengandung protein lebih rendah,” tuturnya.
Dari segi animal welfare, perlakuan ini mampu menurunkan stress oksidatif pada ayam dengan terjadinya peningkatan aktivitas enzim antioksidan. Sedangkan berdasarkan aspek lingkungan, pemberian pakan rendah protein dengan penambahan premix herbal mampu menurunkan pH dan kadar Amonia litter sehingga mereduksi emisi amonia dalam kandang yang dapat mempengaruhi kesehatan ayam dan manusia.
Selain itu, industri peternakan yang dihadapkan pada isu lingkungan, seperti kontribusinya terhadap tingkat carbon footprint yang menjadi faktor krusial pemanasan global. Carbon footprint adalah total emisi dari greenhouse gas, meliputi karbon dioksida (CO2), metan (CH4), dan nitrogen oksida (N2O). Guna mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya peningkatan fermentasi dalam rumen melalui strategi pemberian pakan dan penggunaan aditif bahan anti metanogenik untuk menurunkan emisi metana dari ternak ruminansia. “Kemampuan menurunkan emisi metan dari ternak ruminansia ini juga dimiliki oleh fitobiotik,” paparnya.
Pengembangan aditif pakan fitobiotik pada pakan ternak ini menurut Hanim yang memiliki berbagai manfaat dalam usaha ternak baik golongan ruminansia dan nonruminansia.
Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UGM Prof Baiquni menyebutkan Prof. Chusnul Hanim merupakan salah satu guru besar bidang Biokimia Nutrisi Ternak. Ia termasuk termasuk dalam daftar 532 Guru Besar aktif di UGM dan termasuk 26 guru besar aktif dari 52 Guru Besar yang pernah dimiliki oleh Fakultas Peternakan.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto