
Dosen Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Ir. Dina Ruslanjari, M.Si. dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Lingkungan, Kamis (2/10), di Balai Senat UGM. Dalam pidato pengukuhannya, Dina menyampaikan pidato yang berjudul “Peran Strategis Komunitas Lokal dalam Manajemen Bencana”.
Prof. Dina mengawali dengan latar belakang kajian bencana dari perspektif ilmu lingkungan yang tidak bisa dilepaskan dari kondisi lingkungan tempat masyarakat hidup. Lingkungan yang terjaga dapat memperkuat kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman. Sebaliknya, degradasi lingkungan, tata ruang yang berantakan, serta eksploitasi sumber daya yang berlebihan justru meningkatkan kerentanan terhadap bencana. “Indonesia disebutkan sebagai negara dengan risiko bencana tertinggi kedua di dunia. Data BNPB menghimpun lebih dari 20.000 kasus bencana alam terjadi dalam satu dekade terakhir, mulai dari banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, hingga gempa bumi dan tsunami setiap tahun,” katanya.
Dina mengatakan bencana bukan hanya fenomena alam semata, tetapi juga fenomena sosial yang mempengaruhi struktur ekonomi, psikologis, dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, manajemen bencana tidak cukup dipandang dari sudut pandang teknis, tetapi juga harus mempertimbangkan dimensi sosial dan budaya. Dalam hal ini, komunitas lokal memiliki peran strategis melalui pengetahuan lokal, budaya gotong royong, serta kemampuan adaptif yang mereka miliki. “Akan tetapi, amat disayangkan, masih banyak kebijakan kebencanaan yang hanya menempatkan komunitas lokal sebagai pihak pasif,” terangnya.
Secara ekologis, konsep ketangguhan bencana merujuk pada kapasitas masyarakat untuk beradaptasi dan pulih dari krisis. Namun, pembangunan ketangguhan bencana di Indonesia masih banyak menggunakan pendekatan teknokratis, seperti pembangunan infrastruktur tahan bencana atau sistem peringatan dini berbasis teknologi. “Teknologi memang penting, tetapi hanya akan efektif apabila diimbangi dengan kapasitas kelembagaan lokal dan budaya kesiapsiagaan masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mendorong adanya pergeseran perspektif dari pola top-down menuju pendekatan yang lebih partisipatif. Konsep people-centered resilience menurutnya relevan untuk diterapkan, terutama di tengah tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Dalam praktiknya, masyarakat kerap memiliki modal sosial yang kuat bahkan sebelum intervensi dari pihak eksternal hadir, misalnya melalui evakuasi mandiri, dapur umum swadaya, atau sistem komunikasi sederhana.
Unsur-unsur ketangguhan masyarakat dapat ditempuh melalui tiga hal utama. Pertama, pengetahuan dan kearifan lokal yang lahir dari interaksi panjang masyarakat dengan lingkungan. Prof. Dina memberikan beberapa contoh seperti praktik rotasi lahan, hutan adat, dan pertanian tumpang sari yang menjadi bagian dari solusi berbasis alam. Dalam penelitian tentang dampak pasca-gempa 2006 di Kabupaten Bantul, yang ia inisiasi pada tahun 2010, kearifan lokal terbukti mempercepat rehabilitasi masyarakat melalui penguatan kelembagaan dan keterampilan komunitas.
Kedua, pemberdayaan perempuan menjadi unsur yang sering mendapat ancaman pada situasi bencana. Meski begitu, perempuan kerap memainkan peran vital sebagai pengelola sumber daya keluarga, pendidik anak, penggerak dapur umum, hingga pemberi dukungan psikososial bagi penyintas. Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan tidak boleh dianggap sebagai isu tambahan, melainkan strategi kunci dalam membangun ketangguhan bencana pada komunitas.
Ketiga, kepemimpinan lokal menjadi unsur yang tidak harus selalu hadir dalam bentuk jabatan formal. Justru, eksistensi tokoh adat, relawan muda, atau individu yang mampu mengarahkan masyarakat dalam kondisi krisis terbukti berperan besar dalam memperkuat kemampuan komunitas dalam menghadapi bencana.
Sebagai penutup, Prof. Dina menegaskan bahwa komunitas lokal bukanlah sekadar korban, melainkan aktor kunci dalam membangun ketangguhan bencana. “Ketangguhan sejati berakar pada solidaritas, pengetahuan lokal, serta kepemimpinan yang tumbuh dari masyarakat sendiri,” pungkasnya.
Penulis : Ika Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie