Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, dr. Agnes Bhakti Pratiwi, MPH., mengikuti Global Forum on Bioethics in Research di Montreux, Swiss pada 28-29 November lalu. Pertemuan tersebut digagas oleh sejumlah organisasi yang mempunyai kepentingan bersama dalam etika penelitian yang melibatkan masyarakat di negara-negara dengan penghasilan menengah ke bawah. Agnes sebagai peserta delegasi Indonesia dalam forum tersebut menjadi salah satu pembicara untuk memberikan pandangan dan berbagi pengalaman tentang metode dan proses penetapan prioritas penelitian, serta tantangannya, terutama di negara dengan penghasilan menengah ke bawah.
Agnes sendiri mengaku pernah melakukan studi kasus terkait penetapan prioritas kesehatan di Indonesia. Berdasarkan temuannya, dokumen tahun 2002-2005 dan Rencana Aksi Program Nasional 2020-2024 yang dirilis Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, sudah terdapat rencana penelitian kesehatan yang berfokus pada kesehatan dasar, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, penyakit tidak menular, etnografi kesehatan, status gizi, dan sebagainya namun sebatas rencana aksi program bukan pada penetapan riset prioritas di bidang kesehatan. “Dokumen yang tersedia adalah rencana aksi program, bukan penetapan riset prioritas bidang kesehatan. Kami mengidentifikasi bahwa dokumen ini tidak cocok digunakan sebagai panduan prioritas penelitian Kesehatan,” kata Agnes dalam rilisnya yang dikirim ke wartawan, Selasa (5/12).
Menurut pandangan Agnes, tidak adanya penetapan prioritas nasional penelitian kesehatan yang dilakukan melalui cara yang berkeadilan dan metode yang baku, maka ada risiko bahwa riset apapun dapat dilakukan, asalkan dananya tersedia. Padahal, lanjut Agnes, penelitian harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dan memberikan manfaat serta nilai sosial.
“Tanpa adanya penyusunan prioritas bidang penelitian kesehatan, penggunaan dana penelitian bisa saja menjadi tidak efisien,” ujarnya.
Agnes menegaskan bahwa ketiadaan panduan penelitian kesehatan yang komprehensif dapat menimbulkan kesenjangan yang lebih besar di masa depan dalam layanan kesehatan dan mengancam integritas penelitian.
Ia menyarankan diperlukan proses penetapan prioritas penelitian kesehatan yang melibatkan seluruh pemangku penelitian, pengambil kebijakan saja, tetapi juga masyarakat, pasien, dan melibatkan mereka yang paling terkena dampak kesehatan. “Sangatlah penting untuk memberi suara pada kelompok rentan yang biasanya tidak terdengar,” paparnya.
Agnes merekomendasikan bahwa kebutuhan penetapan prioritas riset kesehatan di Indonesia mendesak untuk dilakukan saat ini dengan asas transparansi, berkeadilan dan inklusif. Ketiga asas tersebut merupakan prinsip dari penyusunan prioritas riset kesehatan yang etis. “Dengan demikian, riset kesehatan diharapkan bisa tepat sasaran,” imbuhnya.
Selain itu, menurut Agnes penerapan bioetika dalam panduan penetapan prioritas riset kesehatan merupakan langkah awal untuk mengawal penelitian. Dengan prinsip transparansi, berkeadilan, dan inklusif, harapannya hasil penelitian kesehatan agar lebih bermanfaat untuk masyarakat. Apalagi di negara dengan keberagaman seperti Indonesia, sudah semestinya sumber daya untuk riset yang terbatas bisa digunakan untuk pemerataan layanan kesehatan seluas-luasnya.
Penulis : Gusti Grehenson