Malnutrisi masih menjadi salah satu isu yang dihadapi tenaga kesehatan di rumah sakit. Angka malnutrisi yang ada di rumah sakit masih tergolong tinggi terutama pada negara berkembang. Malnutrisi diartikan sebagai kekurangan, kelebihan atau ketidakseimbangan zat gizi yang menghasilkan efek tidak baik pada komposisi tubuh, fungsi, dan outcome klinis. Diperlukan skrining gizi untuk mendeteksi malnutrisi untuk mencegah penurunan kondisi gizi pasien selama perawatan di rumah sakit.
Hal ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Susetyowati, DCN, M.Kes., dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar dalam Bidang Gizi Kesehatan pada Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Selasa (7/5), di ruang Balai Senat UGM.
Susetyowati menerangkan, penyebab terjadinya malnutrisi di rumah sakit yaitu penyakit yang mendasari dan dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan basal yang disertai dengan rendahnya asupan makan dan penurunan kemampuan bioavailabilitas zat gizi atau seberapa banyak zat gizi dari makanan yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh.
Menurutnya, skrining gizi sangat perlu dilakukan pada semua pasien rawat inap bertujuan untuk memprediksi probabilitas membaik atau memburuknya outcome yang berkaitan dengan faktor gizi dan mengetahui pengaruh intervensi gizi. “Kehilangan berat badan, indeks massa tubuh, dan kurangnya asupan makanan merupakan elemen utama dalam mendefinisikan malnutrisi,” ujar Susetyowati.
Selama ini munculnya kasus malnutrisi di rumah sakit disebabkan oleh kurangnya pengukuran dan pencatatan rutin tinggi serta berat badan, dan kurangnya keterampilan menilai status gizi dengan antropometri dan biokimia. “Kekurangan ini membuat catatan pada rekam medik terkait monitoring asupan makan pasien berkurang sehingga asupan gizi sebagian besar tidak terdeteksi dan tidak dilakukan monitoring status gizi secara rutin,” paparnya.
Susetyowati pun mengembangkan alat skrining gizi yang ia namakan Simple Nutrition Screening Tool atau SNST. Menurutnya, alat skrining ini pola kerjanya sangat sederhana yang bisa digunakan dalam waktu kurang dari 5 menit. “Alat skrining gizi ini sangat sederhana ini tanpa pengukuran antropometri yang menjadi hambatan selama ini dan dapat dilakukan dengan waktu yang singkat yaitu 3 hingga 5 menit,” ujarnya.
Alat skrining gizi SNST menggunakan enam pertanyaan untuk menilai status gizi seseorang. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup apakah pasien terlihat kurus? apakah pakaian terasa lebih longgar? apakah ada kehilangan berat badan tidak sengaja dalam 3-6 bulan terakhir? apakah mengalami penurunan asupan makan selama seminggu terakhir? apakah merasa lemah, loyo, dan tidak bertenaga? serta apakah menderita penyakit yang mengubah jumlah atau jenis makanan yang dikonsumsi?
Di akhir pidato, Susetyowati menerangkan bahwa alat skrining gizi SNST yang dikembangkan telah dibandingkan dengan skrining gizi yang lain yang sudah terbukti valid dan reliabel. Dengan begitu, alat skrining SNST memiliki nilai yang sama dengan alat skrining lainnya.
Penulis: Dita
Editor: Gusti Grehenson