Kawasan Turi, Sleman, dikenal sebagai sentra utama produksi salak pondoh di Indonesia. Potensi besar ini bahkan menjangkau pasar internasional seperti Tiongkok, Kamboja, Vietnam, Hong Kong, dan Timur Tengah. Namun, tingginya permintaan ekspor kerap terhambat oleh serangan lalat buah yang menurunkan kualitas panen dan menghambat standardisasi produk ekspor. Ketua Kelompok Tani Salak Kapanewon Turi, Suroto, menjelaskan bahwa serangan lalat buah menjadi tantangan rutin bagi petani, terutama saat musim panen. “Pada periode tertentu, populasi hama bisa meningkat hingga 40–60 persen,” ungkapnya, (Rabu, 12/11)
Ia menambahkan bahwa kelompok taninya telah menggunakan atraktan methyl eugenol (ME) untuk mengendalikan hama, tetapi efektivitasnya masih terbatas, terutama menjelang panen raya ketika serangan meningkat tajam. “Kondisi ini menunjukkan perlunya metode pengendalian yang lebih efektif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Menjawab persoalan tersebut, tim dosen dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada berkolaborasi mengembangkan riset pengendalian hama berbasis protein umpan. Tim ini dipimpin oleh Dr. Suputa (Fakultas Pertanian) dengan anggota Dr. Deni Pranowo (FMIPA), Dr. Sri Wahyuni Buadiarti (BRIN), Prof. Dr. Subejo (Sosial Ekonomi Pertanian), dan Dr. Panjisakti Basunanda (Pemuliaan Tanaman).

Sejak 2022, tim telah melakukan edukasi kepada kelompok tani mengenai siklus hidup lalat buah, cara kerja atraktan, dan pentingnya pengendalian berbasis kawasan. Kolaborasi tersebut kemudian berlanjut pada 2024 melalui kerja sama dengan Direktorat Perlindungan Hortikultura (Ditlin Horti) dalam memperkenalkan metode Area-Wide Management (AWM), yakni sistem pengendalian lalat buah skala luas yang melibatkan partisipasi lintas pihak.
Pendekatan yang dikembangkan terdiri atas dua inovasi utama, yakni Augmentarium dan Protein Bait. Menurut Dr. Deni Pranowo, Augmentarium berfungsi meningkatkan populasi musuh alami lalat buah seperti parasitoid dan predator alami. Sementara Protein Bait merupakan umpan yang mampu menarik lalat buah jantan dan betina sekaligus. “Keduanya diaplikasikan langsung oleh mitra tani di Turindo sebagai bagian dari kegiatan pengabdian kami,” jelasnya.
Penerapan metode AWM menunjukkan hasil signifikan. Populasi lalat buah di area uji lapangan menurun hingga 96 persen setelah kombinasi penggunaan protein bait, wooden block, atraktan ME, dan sanitasi buah busuk dilakukan secara terintegrasi. Dr. Suputa menjelaskan, efektivitas protein umpan ini terletak pada kemampuannya menjerat lalat buah betina yang menjadi sumber pembentukan generasi baru hama. “Petani di Wonokerto melaporkan bahwa hanya dalam dua minggu intensitas serangan menurun drastis dan jumlah buah rusak berkurang,” tuturnya.
Jika diterapkan secara berkelanjutan, inovasi ini berpotensi meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi salak di Turi, sekaligus memperluas peluang ekspor dan kesejahteraan petani. “Harapannya, kolaborasi berbagai pihak ini dapat menghadirkan sinergi baru agar produksi salak pondoh di Turi semakin kokoh dan berkelanjutan,” pungkas Suputa.
Penulis/Dok: Hanifah
Editor: Triya Andriyani
