![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/Efisiensi-Anggaran.jpg)
Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan kebijakan melakukan penghematan anggaran APBN yang ditargetkan mencapai efisiensi Rp306 Triliun. Kebijakan ini memangkas beberapa pos anggaran di beberapa Lembaga dan Kementerian. Pemangkasan anggaran ini ditengarai akan mempengaruhi pada beberapa program kerja yang bakal dihapus karena terbatasnya biaya. Apabila tidak dilakukan secara cermat akan berdampak pada ekonomi nasional terutama menurunkan daya beli masyarakat, ketidakpastian investasi publik, minimnya penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada, Akhmad Akbar Susamto, S.E., M.Phil., Ph.D., mengingatkan pemerintah terkait dampak makro ekonomi yang ditimbulkan dengan kebijakan pemangkasan anggaran. Pasalnya pemotongan anggaran, terutama jika dilakukan di sektor-sektor produktif seperti infrastruktur pokok, pendidikan, dan kesehatan, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. “Sektor-sektor ini memiliki efek multiplikatif yang signifikan terhadap perekonomian. Jika pemotongan anggaran tidak dilakukan secara selektif, maka dapat berdampak negatif pada investasi publik, penciptaan lapangan kerja, dan produktivitas tenaga kerja,” kata Akbar, Rabu (5/2).
Selain memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan kesejahteraan masyarakat juga dirasakan. Program-program sosial yang berkaitan dengan perlindungan sosial, subsidi, atau bantuan bagi kelompok rentan sebaiknya tidak menjadi target utama pemangkasan anggaran. “Jika pemotongan anggaran terlalu agresif di sektor ini, maka daya beli masyarakat dapat menurun, yang pada akhirnya mengurangi konsumsi domestik dan memperlambat pemulihan ekonomi,” tuturnya.
Dikatakan Akbar, resiko jika terjadi perlambatan pemulihan ekonomi, maka keberlanjutan kebijakan fiskal sangat mempengaruhi persepsi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu, pemotongan anggaran harus disertai dengan strategi yang jelas dalam menjaga stabilitas ekonomi. “Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian di kalangan dunia usaha. Karenanya, investor dan sektor swasta perlu mendapatkan sinyal bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Akbar sepakat pemotongan anggaran yang dilakukan pemerintahan Prabowo-Gibran sekarang ini memang suatu urgensi yang saat ini harus dilakukan dalam menjaga stabilitas ekonomi. Apalagi pemotongan anggaran dalam konteks efisiensi fiskal merupakan kebijakan yang dapat dipahami, terutama dalam kondisi fiskal yang kurang sehat akibat defisit anggaran yang besar dan meningkatnya kebutuhan pembiayaan untuk program prioritas seperti program MBG dan menghindari tekanan berlebih pada utang pemerintah.
Meski demikian, Akbar mengingatkan agar kebijakan ini harus dilakukan secara cermat dan teliti agar tidak menurunkan kapasitas ekonomi nasional dalam jangka panjang. “Yang lebih penting adalah memastikan bahwa setiap rupiah anggaran yang tersedia digunakan dengan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan”, terangnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Media Indonesia