Salah satu tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) Universitas Gadjah Mada mengembangkan alat monitoring dan pelindung pada pasien epilepsi bernama EMO-vest yang terintegrasi dengan Internet of Things (IoT). Alat berbentuk rompi ini dibuat untuk mempermudah penggunaan bagi para penderita epilepsi.
Tim PKM-KC rompi EMO-vest terdiri dari Frengki Prabowo Saputro Wijayanto, Artha Maressa Theodora Simanjuntak (FK-KMK), Muhammad Raihan Tsani, Gamma Nasim (Fakultas Teknik), dan Haydar Amru Revanda (FMIPA). Mendapat pendampingan Ir. Noor Akhmad Setiawan, S.T., M.T., Ph.D., IPM, Tim PKM-KC EMO-vest inipun mendapat pendanaan dari Kemendikbudristek.
Frengki Prabowo Saputro Wijayanto sebagai ketua tim PKM menjelaskan bahwa latar belakang permasalahan dikembangkannya alat akibat maraknya pengidap epilepsi meninggal dunia saat dirinya mengalami kambuh penyakit. Sebagaimana ia pernah melihat pasien epilepsi saat mengalami kambuh.
“Saya sendiri pernah melihat orang yang mengalami epilepsi sebelum masuk perkuliahan. Saat itu, seorang bapak tergeletak jatuh dan mengalami kejang yang berkelanjutan. Saya merasa panik dan belum memiliki ilmu tentang bagaimana pertolongan pertamanya,” ujar Frengki, di Kampus UGM, Kamis (18/7).
Padahal menurut artikel, kata Frengki, penderita epilepsi jika kambuh dan tidak segera mendapatkan pertolongan dapat berakibat kematian karena kurangnya pasokan oksigen yang masuk dalam tubuh. Terjadi gangguan pada kerja jantungnya.
“Dan untuk saat ini, epilepsi memang belum bisa disembuhkan, hanya dapat menggunakan Obat Anti Epilepsi (OAE) yang fungsinya untuk menekan tingkat kambuh seminimal mungkin,” jelasnya.
Gamma Nasim salah anggota tim menyatakan dengan pengembangan dan penggunaan EMO-vest para pasien pengidap epilepsi tidak perlu lagi khawatir ketika ingin bepergian sendiri. Selaku tim yang bertanggung jawab atas perancangan sistem elektronis dan seluruh sensor pada EMO-vest, ia menjelaskan bahwa EMO-vest nantinya akan mendeteksi pasien epilepsi ketika jatuh dan kejang.
Dari peristiwa penderita epilepsi jatuh maka EMO-vest akan memberikan output berupa SMS yang berisi pesan keberadaan lokasi pasien. Lalu informasi dikirimkan melalui pesan SMS, WhatsApp, dan panggilan telepon.
“Kemudian, EMO-vest juga akan mengeluarkan suara sebagai pertanda bahwa pasien berada dalam kondisi darurat dan butuh untuk segera dilarikan ke rumah sakit,” terang Gamma.
Muhammad Raihan Tsani menambahkan bila EMO-vest juga dilengkapi dengan automatically inflated airbag yang akan mengembang sebelum pengguna jatuh. Dengan automatically inflated airbag maka akan melindungi bagian tubuh pengguna terutama bagian-bagian yang vital.
“Selain itu, terdapat kertas panduan pertolongan pertama pada epilepsi yang terletak pada saku rompi,” kata Tsani selalu anggota tim yang bertanggung jawab pembuatan sistem airbag.
Sebagai Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC), EMO-vest pun telah memiliki media sosial seperti Instagram, X/Twitter, Facebook, TikTok, dan YouTube. Username dari salah satu media sosial EMO-vest yaitu @pkmkcugm_emovest pada aplikasi Instagram yang bisa dikunjungi kapanpun untuk mengetahui lebih dalam mengenai alat tersebut.
“Pada konten kami, terdapat informasi mengenai epilepsi serta klasifikasinya, bahaya epilepsi, pengenalan alat, dan sebagainya. Progress kami setiap minggunya juga kami unggah melalui Instagram. Selain itu, di bagian bio Instagram kami sudah tertera link akses untuk media sosial yang lain,” jelas Artha Maressa Theodora Simanjuntak, anggota tim yang bertanggung jawab atas media sosial dan pengujian alat pada pasien simulasi.
Artha Maressa mengaku tim yang beranggotakan 5 mahasiswa dari berbagai bidang ilmu ini mengalami beberapa kendala. Diantaranya jadwal kuliah serta padatnya kegiatan di luar proyek PKM.
“Dengan situasi seperti itu menjadikan kami perlu menentukan waktu berkumpul guna melakukan diskusi-diskusi,” katanya.
Hal senada disampaikan Haydar Amru Revanda. Menurut pengakuannya masalah yang dihadapi adalah kurangnya waktu bertemu langsung dikarenakan masing-masing dari fakultas yang berbeda-beda. Masing-masing angggota terbentur jadwal kuliah dan ujian.
“Kami juga memiliki kegiatan luar proyek PKM yang harus dikerjakan. Meski begitu, kami selalu menyempatkan untuk berkumpul minimal satu kali dalam seminggu untuk membahas mengenai progress alat kami,” ucap Haydar anggota tim yang bertanggungjawab dalam modul SMS, GPS, serta perakitan komponen.
Proyek alat inipun diharapkan dapat memberikan kemajuan IPTEK terutama pada bidang medis dan juga dapat membantu bagi para penderita epilepsi di Indonesia.
Dengan alat ini, Tim PKM-KC EMO-vest berharap dapat berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) terutama terkait poin 3 yaitu soal kesehatan yang baik dan kesejahteraan dan poin 9 Industri, Inovasi, dan Infrastruktur.
Penulis: Agung Nugroho
Kontributor: Tim EMO-vest UGM