Korupsi merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan suatu negara. Di Indonesia, upaya pemberatasan korupsi terus mengalami pasang surut seperti yang tercermin dalam laporan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) 2024 yang baru-baru ini dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII). Indeks ini menjadi alat ukur yang memberikan gambaran mengenai tingkat korupsi yang dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha. Hasilnya, CPI Indonesia naik tiga poin menjadi 37 dibandingkan tahun 2022 dan 2023. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, CPI Indonesia masih tertinggal dari Singapura (83), Malaysia (47), dan Vietnam (42). Hal ini menandakan bahwa perbaikan sistem hukum, reformasi birokrasi, dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan masih menjadi tantangan utama
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D, yang juga menjadi peneliti dan pengamat korupsi ini mengatakan beberapa tantangan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Pertama adalah lemahnya reformasi kelembagaan. Kualitas kelembagaan yang buruk menjadi hambatan dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi. Perubahan kebijakan sering kali dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan reformasi yang telah berjalan sebelumnya.
Selanjutnya adalah penurunan independensi Aparat Penegak Hukum (APH) yang menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian terus mengalami penurunan akibat berbagai kasus yang mencoreng kredibilitas mereka. “Budaya korupsi yang mengakar juga menjadi hambatan, ya. Apalagi korupsi tidak hanya terjadi di sektor pemerintahan, tetapi juga telah menjadi praktik yang dianggap biasa dalam dunia usaha,” jelasnya pada kegiatan BersemIE atau Belajar Bersama Ilmu Ekonomi, Kamis (13/2), di Gedung Pertamina Tower FEB UGM.
Rimawan menjelaskan, sejak 2012 CPI Indonesia diukur dengan tujuh indikator utama, namun di tahun 2024 TII kembali memasukkan indikator dari World Economic Forum (WEF) yang sebelumnya tidak digunakan dalam penghitungan indeks tahun 2022 dan 2023. Hasilnya, CPI Indonesia naik tiga poin menjadi 37 dibandingkan tahun 2022 dan 2023. Jika menggunakan metode yang konsisten dengan tahun sebelumnya, skor CPI 2024 seharusnya tetap di angka 34 atau 35, yang menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia lalu menjelaskan beberapa rekomendasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan CPI Indonesia secara signifikan. Selain memperkuat reformasi birokrasi atau good governance dan menjamin independensi APH dari intervensi politik dan kepentingan kelompok tertentu, meningkatkan partisipasi publik dan dunia usaha dalam pelaporan dan pencegahan korupsi juga perlu dilakukan. “Reformasi kelembagaan dan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, sangat dibutuhkan untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersih dan transparan,” pungkasnya.
Berbeda dengan kejahatan lain yang bisa dilaporkan langsung oleh korban, korupsi sering kali melibatkan pihak-pihak yang sama-sama diuntungkan dalam praktiknya. Inilah yang menyebabkan mengukur tingkat korupsi tidaklah mudah,” ujar Rimawan. Ia melanjutkan bias victimisation survey, atau survei korban kejahatan, akan besar jika responden ditanya apakah mereka korban dari korupsi. Oleh karena itu, metode pengukuran korupsi mengandalkan berbagai indikator dari lembaga internasional seperti World Economic Forum (WEF), Economist Intelligence Unit (EIU), dan World Justice Project (WJP).
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie