Perkembangan kecerdasan buatan (Al) telah membawa kemajuan signifikan dalam teknologi, namun juga menimbulkan kekhawatiran mendesak mengenai etika Al. Etika Al melibatkan penanganan implikasi moral dan sosial dari sistem Al. Pertimbangan etika utama mencakup dampak terhadap ketenagakerjaan, potensi bias dan diskriminasi, privasi dan perlindungan data, serta memastikan keselamatan dan akuntabilitas. Tanpa kerangka etika yang tepat, sistem Al dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan yang merugikan individu, melanggengkan bias, mengikis privasi, atau melemahkan nilai-nilai sosial.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memprioritaskan etika Al untuk memandu pengembangan, penerapan, dan penggunaan teknologi Al yang bertanggung jawab, dan kolaborasi interdisipliner antara para ahli teknologi, pembuat kebijakan, ahli etika atau guru etika, dan masyarakat diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Menanggapi meningkatnya kebutuhan akan etika Al, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mengambil langkah signifikan dengan mengeluarkan rekomendasi mengenai etika Al pada tahun 2021.
Rekomendasi UNESCO menekankan pentingnya memastikan bahwa Al dikembangkan, disebarkan, dan digunakan dengan cara yang sejalan dengan prinsip etika dan menghormati hak asasi manusia. Rekomendasi tersebut menyoroti perlunya mengatasi permasalahan seperti bias, diskriminasi, privasi, dan akuntabilitas dalam sistem AI.
Untuk itu bekerja sama dengan Fakultas Filsafat UGM, UNESCO menggelar Pelatihan Penyusunan Pedoman Ethic AI untuk staf pengajar Fakultas Filsafat UGM. Pelatihan di gelar ruang Ketuhanan lantai V Fakultas Filsafat UGM diikuti 50 dosen.
Meyda Nento dari UNESCO Indonesia menyampaikan Training Course sudah dilaksanakan oleh UNESCO sejak tahun 2004 yang meliputi berbagai bidang area kajian antara lain Bioetika, Science dan Teknologi pada beberapa bidang. Training course ini dilakukan mengingat berkembangnya etika tentang AI yang begitu pesat.
“Objek dari kegiatan ini adalah keterlibatan bapak ibu dosen sekalian dengan komunitas akademik terkait dengan keresahan dan tantangan yang ada dengan munculnya general AI, ada yang kita kenal dengan Chatgbt, saya kira dengan kegiatan ini kita bisa saling berdiskusi,” katanya.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian, Kerjasama dan Alumni, Dr. Iva Ariani, menambahkan dengan kegiatan ini secara bersama akan menggali dan mencari informasi terkait etika yang cocok atau nilai-nilai yang cocok bagi bangsa Indonesia dalam kaitannya soal etika dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi AI.
“Seperti kita ketahui bersama berbicara masalah AI bukan hal baru lagi, tidak hanya dari sisi teknologinya tetapi juga dari sisi penerapannya, aplikasinya saat ini sudah masuk ke semua bidang, baik itu kedokteran, pertanian, sosio budaya, pendidikan pokoknya semua sudah masuk kesana,” ungkapnya.
Menurutnya, teknologi tidak pernah bisa lagi dibendung perkembangannya dan yang bisa dilakukan oleh manusia adalah bagaimana kemudian menjadi leader dari teknologi. Karenanya terkait teknologi ini diperlukan konsep kesadaran dan kemanusiaan terutama terkait etik agar teknologi itu bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan.
“Kemanfaatan untuk banyak banyak orang, karenanya Fakultas Filsafat UGM bersama UNESCO membuat satu program untuk pencanangan dasar-dasar ethics bagi artificial intelligent, mendiskusikannya yang berlanjut ke training ToT AI,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Rahmat (Fak. Filsafat UGM)