Perubahan iklim menjadi tugas bersama dalam menawarkan strategi penanganannya. Kolaborasi antar sektor dan multidisiplin dibutuhkan agar masyarakat cerdas dan ramah lingkungan dapat terwujud. Menanggapi urgensi tersebut, Fakultas Hukum UGM memanifestasikan pilar-pilar Suistanable Development Goals (SDGs) dalam bentuk kurikulum mahasiswa. Hal ini disampaikan dalam Focus Group Discussion pada Senin (5/1).
Agenda 17 pilar SDGs pada tahun 2030 dituangkan dalam 169 target dan 289 indikator, salah satunya adalah pendidikan dan pertanian. “Kita melihat ada kesejajaran antara agenda SDGs dengan Rencana Aksi Nasional kita. Sektor yang paling banyak terpengaruh akibat perubahan iklim ini adalah pertanian. Angkatan kerja kita, anak muda ini banyak yang berangkat dari desa kemudian tidak kembali lagi ke desanya. Tapi menetap di kota, ini yang menyebabkan sektor pertanian sulit beregenerasi. Jadi saya harap pendidikan akan perubahan iklim ini bisa membantu,” ujar Dr. Bambang Kesowo, Purnatugas Menteri Sekretaris Negara RI.
Isu krisis iklim masih banyak ditentang oleh berbagai kalangan. Perubahan suhu bumi, cuaca tidak menentu, hingga kekeringan dianggap sebagai proses alamiah bukan dampak dari kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Padahal, dunia sudah menargetkan global net-zero emission (bebas emisi karbon) dan climate resilience (ketahanan iklim) pada tahun 2050. Inilah peran pendidikan dalam meningkatkan kesadaran akan urgensi krisis iklim. Sayangnya, kesadaran saja tidak cukup, perlu adanya tindakan nyata yang dibasiskan terhadap data, riset, dan penelitian akademisi.
“Pendidikan ini termasuk ke dalam enam sektor yang berpengaruh dalam krisis iklim. Isu lingkungan tidak bisa hanya dikatakan sebagai isu teknis, sehingga ini menjadi menarik bahwa education system ini disasar. Ada empat bidang keilmuan, disebut STEM (Sains, Techonology, Engineering, and Math) yang erat sekali dengan krisis iklim. Tapi perlu kita ingat, isu perubahan iklim itu multidisiplin, maka kita perlu membicarakan sejauh mana climate change ini bisa diintegrasikan dalam kurikulum,” papar Dr. Wahyu Yun Santoso, SH,M.Hum.,LL.M, Dosen Departemen Hukum Lingkungan, Fakultas Hukum UGM.
Menurut Wahyu, tantangan dalam manifestasi pilar-pilar SDGs dalam pendidikan adalah bagaimana membentuk siswa untuk menghadapi “Abad Lingkungan”. Sebuah tanggung jawab yang besar untuk menjaga kembali, menyeimbangkan, bahkan memperbaiki kondisi lingkungan untuk keberlangsungan hidup generasi berikutnya. Mahasiswa diharapkan tidak hanya memahami konsep, namun juga berorientasi pada responsibility, action-taking, dan leadership. Selain itu, mahasiswa juga perlu menyadari pentingnya nilai-nilai lokal dalam implementasi setiap ilmu.
UGM sebagai salah satu perguruan tinggi nasional telah berkomitmen mewujudkan SDGs dalam tujuan strategisnya. Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan dan Pembelajaran, Prof. Dr. Wening Udasmoro, SS, M.Hum., DEA mengungkapkan, visi, misi, dan program UGM sudah sangat sesuai dengan penerapan pilar-pilar SDGs. Tujuan Strategis UGM yang dirancang untuk pengembangan periode 2022-2027 menyebutkan, UGM berkomitmen mewujudkan kampus yang sehat, aman, ramah lingkungan, berbudaya, dan bertanggung jawab secara sosial. Komitmen ini juga telah diwujudkan dalam berbagai program UGM untuk mahasiswa maupun masyarakat.
“Ini sangat SDGs, kita harus memiliki satu visi dan misi yang ramah lingkungan, berbudaya, dan bertanggung jawab secara sosial. Sebetulnya yang sudah dilakukan itu SDGs semua, hanya saja kita perlu promosikan kembali dengan melakukan pendataan dan publikasi sekaligus untuk mempromosikan SDGs pada masyarakat luas,” ucap Wening.
Penulis: Tasya