Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) menjadi tuan rumah pertemuan tahunan Network of International Business and Economic Schools (NIBES) ke-27 yang diselenggarakan pada 3-5 Juli mendatang di Kampus UGM. NIBES merupakan sebuah jejaring internasional antar sekolah bisnis dan ekonomi seluruh dunia yang memiliki tujuan untuk meningkatkan internasionalisasi dan pemahaman global pada pendidikan dalam bidang bisnis dan ekonomi. Saat ini NIBES beranggotakan 21 sekolah bisnis berkelas dunia dari 21 negara.
Pada pertemuan kali ini diikuti 16 delegasi dari 11 negara yang hadir secara langsung. Adapun 8 delegasi dari enam negara bergabung secara daring. “Selama tiga hari para delegasi akan terlibat dalam diskusi yang produktif dan bertukar ide mengenai topik untuk pengembangan kerja sama di bidang pendidikan dan penelitian,” kata Dekan FEB UGM, Prof. Dr. Didi Achjari, kepada wartawan, Senin (3/7) di ruang seminar Gedung Learning Center FEB UGM.
Tidak hanya itu, kata Dekan, pertemuan internasional ini menjadi kesempatan bagi dosen di lingkungan FEB UGM untuk mempresentasikan hasil risetnya terkait program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) untuk konteks Indonesia.
Dosen Departemen Manajemen FEB UGM, Prof. Nurul Indarti, Ph.D., dalam pemaparannya mengatakan kewirausahaan sosial berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan, inklusif serta mendukung pembangunan yang berbasis lokal. Ia menyebutkan, di wilayah Eropa dan Asia Tengah, usaha sosial ternyata sudah memberi manfaat bagi sekitar 871 juta orang dengan menyediakan layanan dan produk senilai 6 juta poundsterling dan menciptakan lapangan kerja, terutama di antara kelompok sosial yang paling terpinggirkan.
Menurutnya, penyandang disabilitas saat ini menghadapi banyak rintangan sosial dari stigma sosial, akses yang terbatas ke pendidikan dan pekerjaan serta hambatan untuk berpartisipasi kerja sosial secara penuh.
Dari hasil penelitiannya, pekerja non disabilitas di Indonesia berjumlah 124.058.696 atau 94,63%, sedangkan pekerja penyandang disabilitas sekitar 7.040.000 orang atau 5,37%. Umumnya, pekerja penyandang disabilitas memiliki keterbatasan dari gangguan penglihatan, pendengaran, mobilitas, kesulitan menggunakan dan menggerakkan jari atau tangan mereka, gangguan bicara, bahkan kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas untuk memberikan kerangka hukum untuk melindungi hak-hak penyandang disabilitas dan memberikan pedoman untuk perlindungan yang setara bagi mereka. “UU ini memberikan dukungan untuk kegiatan pemberdayaan dan partisipasi dalam semua aspek kehidupan,” jelasnya.
Menurut Nurul, risetnya soal pekerja disabilitas perlu dikembangkan lebih jauh dengan merekomendasikan penelitian lebih mendalam soal strategi, pendekatan dan model bisnis pengusaha sosial, mengetahui lebih jauh penyebab mendasar dari hambatan dan solusi untuk mengatasinya. “Soal dinamika kemitraan antara wirausaha sosial dan pemangku kepentingan lainnya serta perlu untuk mengukur dampak usaha sosial terhadap penyandang disabilitas,” katanya.
Seperti diketahui, dalam pertemuan NIBES ke-27 kali ini, para delegasi berkesempatan memaparkan perkembangan universitas mereka masing-masing serta memperkenalkan anggota baru NIBES. Di sela-sela itu, para delegasi akan diajak menyaksikan pertunjukan seni Sendratari Ramayana di area candi Prambanan, mengunjungi candi Borobudur, mengunjungi museum Ullen Sentalu serta menikmati keindahan kekayaan alam dan budaya di Yogyakarta.
Penulis: Gusti Grehenson