
Berkomitmen menghadirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan praktik ekonomi serta bisnis yang bermanfaat nyata bagi masyarakat, di usia ke-70 atau Lustrum XIV Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) terus berorientasi pada keberlanjutan. Tidak hanya sebagai institusi pendidikan yang unggul dalam bidang akademik, tetapi terus memperkuat perannya sebagai mitra strategis dalam menjawab berbagai tantangan bangsa dan dunia.
Komitmen tersebut, kata Dekan FEB UGM, Prof. Dr. Didi Achjari, S.E., M.Com., Ak., CA diwujudkan melalui pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat guna menumbuhkan kesejahteraan sosial, keadilan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. Dengan menjunjung tinggi nilai integritas, objektivitas, keadilan, dan inklusivitas, FEB UGM meyakini bahwa setiap anggota civitas akademika berhak dihargai tanpa diskriminasi, baik atas dasar ras, etnis, gender, agama, maupun latar belakang sosial dan ekonomi.
“Tahun ini, kita mengangkat tajuk 70 Years of Impact: Advancing Economics and Business Knowledge for Society and Sustainability. Tema ini merefleksikan misi FEB UGM yaitu We Nurture Future-Ready Leaders in Economics and Business to Foster Sustainability. Hal ini tentu selaras dengan kredo baru UGM yaitu Merakyat, Mandiri dan Berkelanjutan, dan sejalan dengan semboyan UGM, mengakar kuat dan menjulang tinggi,” ujarnya di Auditorium Pusat Pembelajaran Lt. 8 Gedung Pusat Pembelajaran Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Jum’at (19/9).
Menyampaikan laporan Dekan dalam rangka Puncak Dies ke-70 atau Lustrum XIV FEB UGM, Didi Achjari mengungkap berbagai prestasi dalam dua tahun terakhir yang berhasil diraih FEB UGM. Salah satu capaian penting adalah keberhasilannya mempertahankan akreditasi internasional dari The Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB), lembaga akreditasi sekolah bisnis pertama dan paling bergengsi di dunia.
FEB UGM di tahun 2024 sukses meraih reakreditasi AACSB untuk kedua kalinya yang mencakup 13 program studi di bawah semua departemen di FEB UGM. Saat ini, katanya, FEB UGM juga tengah mempersiapkan Continuous Improvement Review (CIR) Application yang akan diserahkan pada tahun 2026 untuk terus menjaga standar mutu pendidikan setara sekolah-sekolah bisnis terbaik dunia. Selain terakreditasi secara internasional, FEB UGM juga berhasil mendapat akreditasi nasional predikat tertinggi. Tercatat sebanyak 12 program studi Program Studi di FEB UGM di tahun 2024 berhasil memperoleh akreditasi “Unggul” dari LAMEMBA, dan di tahun 2025, program studi Magister Ilmu Ekonomi dan Doktor Ilmu Ekonomi juga mendapat akreditasi Unggul.“Kita bersyukur, pada tahun 2025 seluruh 14 program studi di bawah Departemen Akuntansi, Ilmu Ekonomi, dan Manajemen akhirnya meraih predikat “Unggul” dari LAMEMBA.
Menurtunya, capaian ini mempertegas posisi FEB UGM sebagai institusi pendidikan yang bukan hanya berdaya saing tinggi di mata dunia, tetapi juga mengakar kuat di tanah air. Program Studi Magister Manajemen kampus Yogyakarta dan Jakarta juga memperoleh penghargaan sebagai program studi terbaik penerima PDDikti Award tahun 2024,” paparnya.
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, Prof. Supriyadi, M.Sc., Ph.D., CMA., CA., Ak menyampaikan apresiasi atas berbagai prestasi yang berhasil diraih FEB UGM. Iapun mengapresiasi penyelenggaraan puncak Dies ke-70 sekaligus Lustrum XIV FEB UGM. Disebutnya, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM merupakan salah satu ujung tombak kelembagaan di level nasional dan global. “Dengan berbagai perannya dalam tridarma perguruan tinggi terbukti FEB UGM telah mendukung arah pencapaian visi UGM. Harapannya dengan Dies ke-70 akan menjadi satu titik dalam melakukan evaluasi. Selain agar dapat mempertahankan berbagai keunggulan, FEB UGM dengan berbagai program strategisnya mampu memperbaharui ha-hal yang belum sesuai dengan yang diharapkan,” ucap Supriyadi.
Sementara itu orasi ilmiah disampaikan Prof. Nurul Indarti, Sivilokonom., Cand. Merc., Ph.D, Guru Besar Departemen Manajemen FEB UGM. Dalam orasi ilmiah, ia menyampaikan pidato berjudul Motivasi dan Tantangan Inovasi Hijau Dalam Praktik: Tilikan Dari Usaha Kecil Menengah batik. Ia menyampaikan bahwa perjalanan menuju batik hijau tidaklah mudah. Pengrajin batik menghadapi berbagai tantangan, mulai dari biaya investasi tinggi, keterbatasan pengetahuan teknis, persepsi pasar domestik yang konservatif, hingga fragmentasi standar dan minimnya insentif. “Jika ditarik ke ranah teoritis, kondisi ini memperkuat relevansi tiga perspektif yang digunakan dalam pidato ilmiah ini yaitu teori determinasi diri, teori institusional dan triple bottom line,” ungkapnya.
Pertama, teori determinasi diri menekankan dorongan dari dalam diri pengrajin. Motivasi intrinsik yang bersumber dari nilai agama, etika lingkungan, dan filosofi budaya menjadi energi utama yang membuat pengrajin tetap berkomitmen menjalankan praktik ramah Ilngkungan meski menghadapi hambatan modal dan resistensi pasar. Tanpa motivasi ini, inovasi hijau mudah terhenti pada level proyek sesaat. Kedua, teori institusional menjelaskan tekanan dari luar. Regulasi pomerintah, tuntutan komunitas, norma sosial hingga peniruan praktik pesaing sukses mendorong UKM batik untuk bertransformasi. Namun, dilema sertifikasi yang mahal tanpa insentif, serta standar yang masih terfragmentasi, menunjukkan bahwa tekanan eksternal dapat berubah menjadi beban jika tidak disertai dukungan kelembagaan yang adaptif. Ketiga, triple bottom line memberikan arah ke mana transformasi seharusnya berjalan. “Inovasi hijau tidak boleh berhenti pada kepatuhan formal, melainkan harus menghasilkan nilai berlapis keberlanjutan ekonomi (akses pasar premium), kelestarian lingkungan (pengelolaan Iimbah dan pewarna alami), serta kesejahteraan sosial (kesehatan pengrajin dan penguatan komunitas),” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Donnie