Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (MBKG) memprediksi cuaca panas dengan suhu maksimum mencapai 37,6°C diperkirakan akan berlanjut hingga akhir Oktober atau awal November 2025. Kondisi ini menerpa beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimantan, Papua, Jawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Posisi gerak semu matahari yang berada di selatan ekuator menjadi penyebab utama dari cuaca panas tersebut.
Menanggapi fenomena cuaca panas terik belakangan ini, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PLSH) UGM, Prof. Dr. Djati Mardiatno, S.Si., M.Si., menjelaskan bahwa selain karena kombinasi dari gerak semu matahari dan angin timuran, efek lokal juga mempengaruhi adanya cuaca panas ini yaitu heat island effect. Daerah-daerah yang padat bangunan akan memiliki cuaca yang lebih panas, seperti daerah perkotaan. “Adanya perubahan lahan, bangunan-bangunan semakin banyak sehingga menyebabkan panas yang lebih ekstrim,” jelasnya, Jumat (24/10).
Menurut Djati, cuaca panas yang terjadi merupakan fenomena yang periodik, di mana setiap tahun pasti akan datang. Namun, beberapa waktu terakhir, panas yang dirasakan menjadi lebih ekstrim daripada biasanya. Karena cuaca panas yang berlebih membuat masyarakat memilih menggunakan pendingin ruangan seperti Air Conditioner (AC) dan kipas angin ketika di dalam ruangan. Namun, penggunaan AC selain membantu untuk meredakan panas tersebut dengan hawa dingin, AC juga mengeluarkan udara panas. “Jadi karena banyak yang menggunakan AC juga menambah udara panas,” ucapnya.
Permasalahan sekarang ini, walau sudah memasuki musim hujan tetapi masih terasa panas. Fenomena tersebut mengacu pada radiasi yang dari matahari kemudian ke bumi dan memantul. Apabila ada awan, panas yang dipantulkan dari bumi sebagian akan tertahan dan balik lagi ke bumi, oleh sebab itu akan terasa lebih panas.
Djati menambahkan bahwa untuk mengurangi efek panas agar tidak terlalu ekstrim tidak bisa dilakukan dengan sesaat, memerlukan waktu yang lama untuk melakukannya. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH), menambahkan penanaman pohon-pohon di lingkungan sekitar. “Adanya tutupan-tutupan pohon akan membantu mengurangi rasa panas justru memberikan rasa yang lebih sejuk,” tambahnya.
Sebagai penutup, untuk menghadapi cuaca panas ekstrim, Djati menyarankan untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah sakit. Tidak keluar ketika sedang panas terik atau di antara jam 10 hingga jam 2 apabila tidak memiliki keperluan mendesak. “Apabila terpaksa keluar, lindungi badan dari sinar matahari agar tidak terdampak langsung dengan tubuh,” pungkasnya.
Penulis: Jesi
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Freepik
