Perjenjangan merupakan penentuan kesepadanan buku bagi pembaca dengan tingkat kemampuan baca. Buku nonteks adalah jenis buku yang bertujuan agar dapat memberikan pengayaan pengetahuan, wawasan dan keterampilan terhadap buku teks pelajaran dari kajian keilmuan tertentu. Dari batasan tersebut, maka ”Perjenjangan Buku Nonteks” merupakan piranti penting yang patut diketahui, dipahami, diterapkan bagi penulis/pengarang buku nonteks.
Topik bahasan tersebut disampaikan Wiwien Widyawati Rahayu, dosen program studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, FIB UGM pada kegiatan ”Bimbingan Teknis (Bimtek) Penulisan Cerita Anak Berbahasa Jawa” yang diselenggarakan Balai Bahasa Yogyakarta (BBY) di Hotel Grand Rohan Yogyakarta pada Sabtu (18/5).
Bimtek yang diadakan merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang diawali dengan lomba penulisan proposal yang diikuti 375 judul karya. Dari hasil penilaian tiga juri, di antaranya Wiwien Widyawati Rahayu, terpilih 97 judul. Proposal ini berisi tidak hanya tema, topik, judul, perjenjangan yang dipilih tetapi juga berisi deskripsi tokoh dan perwatakannya, sinopsis cerita, juga draf isi naskah per halaman berikut deskripsi ilustrasi yang harus disertakan. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian antara yang dituliskan pengusul dengan jenjang usia yang dipilih.
Dengan adanya bimtek, diharapkan ketidaksesuaian yang ditemukan pada ke-97 proposal terpilih dapat diketahui, dikonsultasikan, dan diperbaiki oleh penulis. Kesesuaian tersebut berdasar pada klasifikasi pembaca, meliputi pembaca dini (A: 0—7 tahun), pembaca awal (B1, B2, B3: 6—10 tahun), pembaca semenjana (C: 10—13 tahun), pembaca madya (D: 13—15 tahun), dan pembaca mahir (E: 16 tahun ke atas). Dari lima klasifikasi hanya tiga yang disampaikan (kecuali pembaca madya dan mahir) secara mendetail karena disesuaikan dengan ketentuan yang ditetapkan BBY sebagai syarat jenjang lomba.
Peserta bimtek yang notabene penulis cerita anak berasal dari berbagai kabupaten di DIY. Keberagaman profesi, seperti pendidik formal maupun nonformal, ASN di luar bidang pendidikan, mahasiswa, wartawan, pensiunan, penulis profesional, ibu rumah tangga, wiraswasta, serta karyawan swasta membuktikan bahwa aktivitas menulis terjadi secara luas di masyarakat. Hal ini dapat dijadikan tambahan bukti bahwa menjadi penulis merupakan pilihan profesi yang dapat ditekuni dan diandalkan karena sepanjang masa.
Di akhir paparannya, Wiwien menyampaikan bahwa, ”menulis buku nonteks merupakan peluang bagi kita semua selama kita mampu menemukenali disparitas antara tujuan kurikulum yang hendak dicapai dengan ketersediaan buku teks, serta praktik pembelajaran yang ada. Hal ini perlu diketahui, mengingat fungsi buku nonteks adalah pelengkap dan penguat buku teks yang telah ada.”
Penulis : Humas FIB