
Penonaktifan fitur live di salah satu platform sosial media yakni TikTok menuai perdebatan di masyarakat. Pasalnya penonaktifan fitur ini dilakukan di tengah unjuk rasa menyuarakan pendapat. Selama aksi demo lalu fitur TikTok Live banyak digunakan masyarakat untuk membagikan dan mengakses informasi tentang apa yang terjadi pada saat aksi berlangsung. Tren live pada saat demo banyak dilakukan para pendemo untuk menyebarkan informasi terkini yang terjadi di lapangan secara real-time. Sehingga penonaktifan fitur TikTok Live dianggap sebagai upaya pembungkaman kebebasan berpendapat.
Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Syaifa Tania, S.I.P., M.A., mengungkapkan bahwa penonaktifan fitur TikTok Live cukup disayangkan. Fitur tersebut bisa berperan menjadi medium jurnalisme warga. “Penonaktifan fitur ini tentu mengakibatkan masyarakat kehilangan satu saluran informasi yang penting untuk berbagi informasi secara langsung,” ungkap Tania, Rabu (3/9).
Fitur TikTok Live memungkinkan informasi disampaikan secara real time, minim intervensi atau sensor, dan menjangkau pengguna media digital secara luas. Kecepatan sebaran informasi yang disampaikan pun relatif tinggi melebihi media arus utama (mainstream media).
Meski pemerintah sudah memberikan klarifikasi bahwa kebijakan ini merupakan inisiatif dari platform yang mana bertujuan untuk menghindari penyebaran konten kekerasan, hate speech, dan lainnya. Dengan adanya kebijakan tersebut, masyarakat harus bergantung pada media arus utama. “Namun, dalam kondisi saat ini masyarakat justru membutuhkan platform untuk memfasilitasi proses komunikasi yang lebih terbuka”, ungkapnya.
Tania menilai platform media sosial sekarang ini berperan sebagai titik temu digital yang memungkinkan publik untuk saling terhubung dan menyuarakan pendapatnya secara kolektif sehingga penonaktifan fitur tersebut dapat berpotensi berpengaruh pada hak masyarakat untuk berekspresi.
Tidak hanya itu, di era digital ini, penonaktifan fitur TikTok Live juga berdampak pada keberlangsungan ekonomi digital. Pasalnya, banyak pelaku bisnis UMKM maupun affiliator yang saat ini melakukan aktivitas operasionalnya di TikTok Shop dan memanfaatkan fitur live sebagai salah satu media komunikasi pemasaran utamanya yang mana harus terhenti sementara karena adanya kebijakan ini. “Saya kira harus disikapi dengan bijaksana”, tandasnya.
Tania menegaskan bahwa Kebijakan untuk memastikan keamanan publik lewat moderasi konten yang dilakukan platform dan juga memastikan ekonomi digital berlangsung perlu dilakukan. Kebijakan yang diambil perlu didasarkan pada prinsip proporsional terkait fitur-fitur apa saja yang berisiko, durasi penonaktifan layanan kemudian transparansi proses terkait alasan kebijakan tersebut diambil. “Untuk mendorong ekonomi digital tetap berjalan maka optimalisasi fitur Shop perlu dilakukan dengan berbagai mekanisme pemasaran yang bertujuan agar proses ekonomi tetap berlangsung”, terangnya.
Solusi preventif yang dapat diambil oleh pelaku usaha salah satunya ialah diversifikasi media. Diversifikasi media komunikasi pemasaran menjadi salah satu langkah untuk mendorong aktivitas ekonomi digital masyarakat tetap berjalan. “Dependensi terhadap satu platform saja mengakibatkan ketergantungan bagi UMKM sehingga membangun keragaman media promosi perlu dilakukan”, jelasnya.
Ia menyarankan para pelaku UMKM dapat memanfaatkan beragam fitur live yang ditawarkan oleh beragam platform media sosial atau e-commerce lain, kemudian merancang media promosi non-live seperti katalog, reels, product review bisa menjadi alternatif taktik yang dapat dilakukan. “Meski mungkin penekanan promosi dirasa paling optimal di satu platform tertentu, namun perlu mulai membangun diversifikasi promosi di beragam kanal platform lain yang nantinya bermanfaat pula untuk ekspansi target pasar”, pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : artplusmarketing.com