Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM baru saja menggelar pementasan ketoprak dengan lakon humor berjudul Vetoprak yang mengangkat cerita Babad Alas Mertani sebagai bagian dari perayaan Dies Natalis ke-78 pada Sabtu malam (21/9). Acara yang digelar di Gedung Joglo Gelanggang Inovasi dan Kreativitas UGM (GIK UGM) ini berhasil meraih perhatian banyak penonton dari berbagai kalangan, termasuk alumni, mahasiswa, dan dosen.
Lakon “Babad Alas Mertani” merupakan cerita wayang yang sangat terkenal di daerah Jawa. Lakon ini bercerita tentang pandawa lima dan perebutan kekuasaan di negeri Amarta yang dikuasai oleh jin-jin jahat. Pementasan ketoprak kali ini dipenuhi dengan sentuhan humor yang segar dan relevan, serta disesuaikan dengan tema UGM dan berbagai nuansa Fakultas kedokteran hewan. Sekjen Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) sekaligus Sekjen GAMAVET, drh. Andi Wijanarko, menjadi Ketua Panitia serta turut memainkan peran penting dalam lakon humor ini.
Sutradara pementasan, Mas Jandun, bersama dengan sang penulis naskah, Agus Marsudi, berhasil menghidupkan lakon dengan memasukkan elemen budaya, pendidikan, dan humor. Tema yang diangkat juga sangat sesuai dengan fakultas, karena mengusung kisah yang juga melibatkan hewan, selaras dengan keilmuan kedokteran hewan. Pada pementasan ini, banyak alumni yang terlibat, di antaranya adalah beberapa profesor dan pejabat penting yang ikut meramaikan pertunjukan. “Nah di situ kita merasakan kebersamaan alumni dari FKH UGM cukup kuat. Jadi tidak memandang strata dan pendudukan. Kita semua sama, sama-sama alumni dari UGM,” ucap Andi.
Lakon humor Babad Alas Mertani diisi dengan beberapa babak mulai dari opening hingga ending cerita. Diawali dengan pertemuan kerajaan mengenai Hutan Mertani dan rumor mengenai kematian pandawa lima. Perjuangan kemudian dimulai dengan para pandawa yang berusaha untuk merebut Hutan Mertani, dimana mereka juga harus menghadapi para jin yang berada disana. Negara Siluman Mertani pun sejak saat itu terkalahkan dan berubah menjadi negara yang dapat terlihat oleh pandangan mata biasa. Hutan Mertani kemudian dijadikan sebagai negara besar dan megah dan digantin namanya menjadi Negara Amarta.
Andi, ketika diwawancarai, menjelaskan bahwa ada beberapa adaptasi dalam cerita asli Babad Alas Mertani untuk disesuaikan dengan tema perayaan dies natalis FKH UGM. Misalnya, negara Amarta diibaratkan sebagai UGM, dan beberapa tokoh dalam cerita diperankan oleh dekan-dekan dan alumni dari berbagai fakultas. Ini dilakukan untuk merayakan semangat kebersamaan keluarga besar UGM. Beberapa tokoh akademis dari fakultas lain turut berpartisipasi, membuat pementasan ini semakin meriah dan menyatukan berbagai kalangan dalam satu panggung budaya. “Jadi tidak pakem pada cerita aslinya. Ini kita ganti juga bukan Ketoprak. Namanya Vetoprak, karena vet adalah dokter hewan,” ujarnya pada Senin (23/9).
Pementasan ketoprak ini juga bukan kali pertama diadakan. Tahun sebelumnya, FKH juga mementaskan ketoprak dengan tema “Lutung Kasarung”. Meski begitu, Andi mengatakan bahwa pada pementasan kali ini terdapat jumlah pemain lebih banyak, dan pementasannya berlangsung di GIK yang tentu lebih luas dan megah dibandingkan tahun lalu yang masih digelar di fakultas. Hal ini disambut antusias oleh para penonton, dengan banyak yang menginginkan agar pementasan ketoprak seperti ini menjadi tradisi tahunan di FKH.
Hanya dengan persiapan kurang lebih satu bulan, Andi mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam pementasan ini adalah penggunaan bahasa Jawa bagi para pemain yang sebagian besar bukan penutur asli bahasa tersebut. Meskipun demikian, para aktor berhasil menampilkan pertunjukan dengan lancar dan penuh semangat, termasuk menyisipkan unsur humor yang membuat penonton terhibur. “Jadi kita naskah itu jadi di bulan September, kemudian kita semuanya kita latihan pakai Zoom. Jadi setiap hari kita bagi babak per babak. Nanti kita hafalkan intonasi dan gaya pada saat kita ketemu,” ungkapnya.
Melihat kesuksesan pementasan ini, Andi mengatakan bahwa banyak pihak berharap acara seperti ini bisa terus dilanjutkan di masa mendatang. Bahkan, beberapa alumni dari fakultas lain, ujarnya, terinspirasi untuk membuat pementasan serupa di kampus mereka. Harapannya, melalui pementasan ini, budaya ketoprak dapat terus dilestarikan, sekaligus menjadi sarana untuk mempererat kebersamaan antar alumni, dosen, dan mahasiswa FKH UGM.
Andi menyampaikan bahwa pemilihan ketoprak sebagai salah satu media penampilan dalam rangka dies natalis FKH UGM ini lantaran mereka merasa ketoprak mulai dilupakan oleh generasi muda. Maka dari itu, penting bagi generasi muda untuk dapat melestarikan budaya nusantara. “Dengan adanya Ketoprak yang dikemas dengan lucu dan humor, itu insya Allah ke depan teman-teman generasi muda bisa ikut melestarikan dan ikut berperan serta dalam hal menjaga budaya kita,” pungkasnya.
Penulis : Lintang
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Tom Blero/Kagama.id