Prof Ir. Fransiskus Trisakti Haryadi, M.Si., Ph.D., IPM resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sosial Ekonomi Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Selasa (13/2) lalu. Dalam upacara pengukuhannya, ia menyampaikan pidato yang menyoroti potensi dan tantangan petani peternak kecil menghadapi perubahan iklim serta bagaimana transformasi teknologi digital dapat menjadi pendorong yang baik untuk pemberdayaan mereka menuju peternakan presisi.
“Melalui naskah pidato ini saya ingin mengungkapkan rasa kepedulian dan keberpihakan pada salah satu kelompok marginal dalam pembangunan di bidang pertanian dan peternakan yaitu petani peternak kecil di Indonesia yang selama ini menjadi mitra dan rekan saya dalam melakukan kegiatan tridharma perguruan tinggi,” tuturnya.
Diperkirakan ada sekitar 1,3 miliar petani kecil di seluruh dunia yang menyediakan lebih dari 80% pangan yang dikonsumsi di negara berkembang, sehingga mereka bisa dikatakan menjadi bagian penting dalam ketahanan pangan global. Pentingnya petani peternak skala kecil di sektor pertanian dan peternakan tidak hanya terbatas pada negara-negara berkembang saja, namun juga di negara-negara maju
Trisakti menuturkan, bagi para petani peternak, pertanian termasuk peternakan merupakan sumber mata pencaharian utama bagi mereka. Namun, terdapat beberapa tantangan yang menghalangi mereka untuk mengubah pertanian atau peternakan menjadi sumber mata pencaharian yang layak dan berkelanjutan.
“Petani peternak kecil menjadi pihak yang kurang beruntung karena produktivitas dan hasil pertanian dan peternakan yang masih rendah, kurangnya akses terhadap input, kredit, dan pasar. Mereka juga sangat rentan terhadap guncangan seperti peristiwa cuaca ekstrem yang kini semakin sering terjadi akibat perubahan iklim terutama di daerah tropis,” terangnya.
Sistem petani kecil secara historis mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial ekonomi karena memiliki berbagai kapasitas adaptasi seperti pengetahuan, jaringan, dan teknik pengelolaan. Namun seiring dengan perubahan zaman, kebutuhan sektoral yang juga berubah dan ketergantungan pada tanda-tanda alam yang bersifat asumtif tidak hanya menjadi tidak memadai, tetapi juga menimbulkan risiko karena ketidakpastian yang terkait dengannya.
“Pada saat itulah inovasi teknologi dibutuhkan untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Dengan akses informasi yang lebih baik, maka peternak akan mudah memperoleh informasi pasar untuk bisa mendapatkan informasi harga terbaik dan juga produk-produk yang dibutuhkan pasar,” imbuhnya.
Selain informasi pasar, peternak akan mudah mendapatkan informasi iklim dan berbagai penyakit sehingga pengelolaan bencana dan risiko juga menjadi lebih baik. Peternak juga lebih mudah mengakses layanan penyuluhan terutama terkait dengan layanan teknologi tepat guna sehingga dapat menghasilkan produksi yang lebih baik pula.
Dalam pidatonya Trisakti juga berbicara mengenai konsep pertanian/peternakan presisi yang (precision livestock farming) pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal tahun 1980-an. Praktik ini memungkinkan petani kecil untuk menggunakan sumber daya mereka yang terbatas secara lebih efektif dan efisien.
“Petani peternak kecil adalah sumber daya yang paling penting. Solusi peternakan presisi yang tepat untuk peternak kecil dapat membantu mengatasi berbagai persoalan dengan memungkinkan generasi penerus keluarga petani peternak kecil untuk mengambil keputusan menjadi peternak dengan menggunakan konsep dan peralatan peternakan yang lebih modern, atau pengusaha penyedia layanan yang menjual teknologi peternakan presisi di daerah pedesaan,” pungkasnya.
Penulis: Gloria
Fotografer: Donnie