Jumlah pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) di Indonesia diperkirakan lebih dari 65 juta yang telah memberikan kontribusi 60 persen pada GDP nasional atau sekitar Rp9.000 triliun. Namun begitu, tidak mudah bagi UMKM untuk maju dan berkembang karena minimnya kemampuan dan strategi dalam mengelola keuangan, sebab 82 persen penyebab usaha kecil tutup karena cash flow. Sehingga diperlukan pengetahuan edukasi tentang literasi keuangan. Hal itu mengemuka dalam Kuliah Umum UGMPreneur yang diadakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Jumat (20/10). Hadir sebagai pembicara adalah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (FI), Tony Wenas, S.H., dan Co Founder of Komunal Fintech, Rico Tedyono, MBA.
Tony Wenas mengatakan PTFI sebagai salah satu perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di dunia melakukan pembinaan terhadap pelaku UMKM di wilayah Papua terutama mereka yang merupakan masyarakat adat asli suku setempat. Selain program sosial kemasyarakatan, pembinaan pelaku UMKM diharapkan dapat mendukung perputaran uang yang mengalir di Papua dan nasional termasuk dari aktivitas pembelian barang dan jasa dari PTFI yang mencapai lebih dari Rp50 triliun yang dapat juga dimanfaatkan oleh pelaku UMKM Papua. “Perputaran uang dari kegiatan PTFI sangat besar sekali di dalam negeri. Setiap tahun sekitar Rp50 triliun beredar di dalam negeri. Sejauh ini PTFI betul-betul menjadi penggerak utama ekonomi di Papua khususnya Timika. Rekan-rekan (UMKM) kita di Papua membutuhkan pembinaan yang cukup panjang sampai akhirnya kita dapat memanfaatkan barang dan jasa dari Papua,” katanya.
Ia menyebutkan bahwa tahun 2022 jumlah UMKM yang dibina oleh PTFI sebanyak 199 pengusaha, diantaranya dari 99 pelaku usaha mikro, 92 pelaku usaha kecil dan 5 pelaku usaha menengah. Sedangkan untuk jenis usaha meliputi usaha di bidang dagang dan ritel sekitar 47 persen, jasa 51 persen dan konstruksi 3 persen. “Investasi sosial yang kita lakukan ini untuk mendorong pertumbuhan dan keberlanjutan lokal dalam penyediaan barang dan jasa, meningkatkan daya saing para pengusaha dan meningkatkan penggunaan barang dan jasa lokal untuk kegiatan operasi PTFI,” katanya.
Tony menambahkan para pelaku usaha ini berasal dari suku asli Papua yang tinggal di sekitar wilayah operasi perusahaan, meliputi dua suku utama pemegang ulayat yaitu suku Amungme di daerah dataran tinggi Mimika, dan suku Kamoro di daerah dataran rendah, serta lima suku kekerabatan meliputi suku Dani, Damal, Nduga, Moni dan Mee.
Sementara Co Founder and Chief Operation Officer of Komunal Fintech, Rico Tedyono, M.B.A., mengatakan pelaku UMKM harus mendapatkan literasi keuangan terutama dalam mengelola bisnis keuangan perusahaan,, sebab 82 persen penyebab usaha kecil tutup karena persoalan cash flow. “Banyak yang sulit berkembang karena kurangnya pengetahuan tentang keuangan bisnis sehingga literasi keuangan sangat penting bagi pelaku usaha,”paparnya.
Tidak hanya itu, imbuhnya, banyak pelaku usaha yang masih mencampur antara dana rekening pribadi dengan rekening perusahaan yang seharusnya dipisah agar perusahaan bisa beroperasi secara berkelanjutan. “Hanya 5 persen yang mengerti soal keuangan padahal semua investor itu biasanya meminta laporan keuangan,” jelasnya.
Ia memberi tips agar pelaku usaha menjaga kondisi neraca keuangan tetap sehat dengan selalu melakukan efisiensi atas setiap biaya yang timbul dan berusaha meningkatkan profit dengan cara mengurangi biaya. “Jangan fokus menaikkan revenue fokuslah untuk menurunkan biaya, kalian akan dipaksa untuk berpikir bagaimana dengan sumber saya terbatas harus tetap untung di saat kondisi keuangan sulit,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson