Sebanyak 991 lulusan Program pascasarjana Universitas Gadjah Mada diwisuda pada rabu (24/7) lalu di Graha Sabha Pramana. Dari 834 lulusan Program Magister (S2), Frista Chairunnisa (22) dari prodi S2 Bioteknologi Sekolah Pascasarjana (SPs) dinobatkan sebagai lulusan termuda karena lulus di usia 22 tahun 9 bulan 27 hari. Padahal rerata usia lulusan Program Magister di periode ini adalah 29 tahun 6 bulan 15 hari.
Frista sendiri berasal dari Pangkalpinang, Bangka Belitung. Anak pertama dari 4 bersaudara ini lahir 25 Agustus 2001. Sejak kecil sudah diajarkan oleh kedua orangtuanya untuk belajar membaca dan berhitung sejak dini sehingga di umur empat tahun ia sudah berani masuk ke jenjang sekolah dasar. Meski tidak mengikuti program akselerasi, Frista menanamatkan jenjang bangku SD, SMP dan SMA dalam waktu normal. Hanya saja saat lulus SMA dan mendaftar kuliah, Frista masih di umur 16 tahun. “Saya masuk SD di usia 4 tahun. Di bangku SMP dan SMA tidak ikut akselerasi,” katanya
Setelah lulus dari sarjana Biologi, ia memiliki dorongan kuat untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat magister. Ketertarikan Frista pada Bioteknologi, khususnya dalam riset penyakit kanker, membawanya untuk memilih Universitas Gadjah Mada sebagai tempat melanjutkan studi pascasarjana. “UGM memiliki pusat riset kanker yang aktif mengeksplorasi bahan-bahan alam Indonesia sebagai agen kemoprevensi kanker. Saya kira tumbuhan herbal Indonesia adalah potensi luar biasa yang bisa kita bawa untuk dikenal di mata internasional,” tambah Frista.
Menempuh studi magister di bidang Bioteknologi SPs UGM bukan tanpa tantangan. Salah satunya adalah penyesuaian pada penguasaan pada penggunaan alat laboratorium. “Saya butuh waktu lama dan melewati banyak kegagalan untuk menghasilkan data yang benar dan layak,” kata Frista yang lulus dengan IPK 3,87.
Setelah beberapa kali mencoba, ia berhasil saat pengalamannya pertama kali melihat wujud bentuk dari sel kanker yang menjadi momen penting dalam studinya. “Saya bersyukur tergabung dalam grup riset kanker yang yang saling mendukung dalam kegiatan riset,” tambahnya.
Selama masa studi S2, Frista terlibat dalam beberapa proyek penelitian terkait pengembangan potensi bahan alam sebagai agen antikanker. Diantaranya menakar potensi efek antikanker ekstrak daun kirinyuh sebagai agen sitotoksik Kombinasi Doxorubicin pada Sel Kanker Payudara Luminal A.
Frista mengaku dukungan dari orang tua dan dosen pembimbing menjadi faktor penting dalam kesuksesan studinya. Selama kuliah, para dosen selalu memberi arahan dan memantau perkembangan riset disertasinya. “Beliau-beliau selalu memberi arahan bagaimana membuat pekerjaan lebih efektif dan sabar ketika saya membuat banyak kesalahan,” tambahnya.
Setelah menyelesaikan studi pascasarjana, Frista berencana kembali ke Provinsi Bangka Belitung untuk mengabdi sebagai dosen. Sambil mengajar, ujarnya, ia ingin mengeksplorasi sebanyak-banyaknya bidang penelitian di bidang biologi. Ia selalu memegang prinsip agar tetap bersikap rendah hati dalam belajar. “Jangan pernah malu belajar dari siapapun. Merendahlah bagai cangkir yang diletakkan di bawah agar air dari teko di atasnya bisa masuk,” nasihatnya.
Dengan semangat dan dedikasi yang tinggi, Frista Chairunnisa menunjukkan bahwa perjalanan akademik yang penuh tantangan bisa dilalui dengan tekad yang kuat dan dukungan dari orang-orang terdekat.
Penulis: Dita
Editor: Gusti Grehenson