Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM yang berdiri di lahan seluas 48.760 m2 dengan total luasan bangunan hingga 90.000 m2, dipastikan akan menjadi super creative hub pertama yang dikembangkan di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara. Pembangunan GIK hingga saat ini memang masih belum selesai, namun sebagian gedung sudah bisa digunakan untuk aktivitas mahasiswa. Memiliki beragam fasilitas seperti area kelas, perpustakaan, joglo, grand auditorium, dan botanical garden rooftop, GIK sepenuhnya diperuntukkan untuk kegiatan pendidikan dan hilirisasi hasil inovasi riset ke industri serta pengembangan talenta mahasiswa.
Sekretaris Direktorat Kemahasiswaan Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si menjelaskan bahwa GIK direncanakan untuk memfasilitasi kegiatan mahasiswa di bidang seni, olahraga, budaya, maupun program-program pengembangan kepemimpinan dan kewirausahaan. “Kami di Ditmawa sedang mendorong paradigma baru untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) agar tidak sekedar menjalankan aktivitas rutin saja tapi harus memiliki inovasi dan kreativitas untuk menggarap event yang menarik,” tutur Hempri saat diwawancara, Selasa (28/8).
Ia menambahkan, mengingat banyaknya potensi yang dimiliki oleh mahasiswa yang berasal dari Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), Hempri berharap GIK nantinya bisa membantu proses hilirisasi inovasi tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, Chief Executive Officer GIK UGM, Myra Suraryo, menerangkan bahwa GIK sebagai melting pot antara kampus dan dunia industri. Menurutnya, GIK akan menjadi platform untuk menyelenggarakan kurikulum merdeka bagi mahasiswa UGM dan non UGM. Di semester gasal ini akan ada 27 kelas dari 14 BUMN dengan pengajar mulai dari level manajer hingga vice president. “Mahasiswa UGM yang akan kami prioritaskan dan kelas bisa ditukar dengan 2 SKS, sedangkan untuk non UGM hanya akan mendapatkan sertifikat karena sampai saat ini kami masih dalam tahapan negosiasi dengan beberapa kampus,” ucapnya.
Myra menegaskan keberadaan GIK nantinya untuk menjembatani terserapnya tenaga kerja mahasiswa dengan membiasakan para mahasiswa terlibat secara profesional dalam suatu pekerjaan. GIK akan mengakomodasi hal tersebut dengan cara mengajak para mahasiswa untuk bekerja di manajemen GIK maupun mitra-mitra yang beroperasi di dalam GIK.
Lebih lanjut, Myra menjelaskan tentang peran GIK yang akan menginkubasi ide-ide kreatif dan intellectual property bernilai ekonomi tinggi seluruh sivitas akademika UGM. Setelah diinkubasi, GIK akan memberikan mentorship melalui dua hal yaitu business matching atau dipertemukan dengan pelaku bisnis serupa, dan matching fund atau dipertemukan dengan investor untuk mendapatkan pendanaan. “Pendampingan akan terus dilakukan sampai bisnis berhasil dan tentunya tanpa membayar ke GIK, dengan syarat mereka harus menjadi mentor untuk batch selanjutnya. Kebetulan kami juga berkolaborasi dengan Innovative Academy,” jelas Myra.
Namun yang tidak kalah penting, menurutnya GIK akan menyiapkan mahasiswa agar bisa terjun langsung ke industri setelah lulus karena tidak semua perusahaan bersedia memberikan management trainee dengan gaji penuh selama masa orientasi. Kecenderungan perusahaan untuk mencari tenaga kerja yang berpengalaman, mendorong GIK untuk mengantisipasi hal tersebut dengan cara memberikan pelatihan bagi fresh graduated atau mahasiswa tingkat akhir sehingga mereka bisa diserap oleh industri. Oleh karena itu, Myra berharap dengan pelatihan dan banyak kelas yang diselenggarakan oleh GIK dapat mempercepat jenjang karier mahasiswa. “Mudah-mudahan nantinya dengan bantuan pelatihan dari GIK, adik-adik mahasiswa bisa mengakselerasi karirnya dalam waktu 5-6 tahun saja,” harapnya.
Dalam rangka memfasilitasi kegiatan kemahasiswaan, kata Myra, GIK bersama dengan Direktorat Kemahasiswaan menyusun tata kelola penggunaan ruang bagi mahasiswa dan mitra industri dengan sistem kuota. Pasalnya, adanya 76 UKM yang ada di UGM tidak semuanya akan bisa ditampung di dalam GIK terutama bagi UKM olahraga yang membutuhkan space yang luas. “Revenue yang kami dapatkan jelas dari ekosistem mitra industri agar mahasiswa bisa menggunakan semua fasilitas ini secara gratis, jadi tentu saja ada kuota penggunaan ruangannya agar semuanya balance,” jelas Myra.
Dalam tabel kuota yang sudah disusun tersebut, Myra menjelaskan bahwa setiap UKM akan mendapatkan jatah satu minggu sekali dengan rentang waktu pemanfaatan selama tiga jam, tetapi tetap disesuaikan dengan tipe UKM. Bahkan, Myra menyebutkan setiap UKM memiliki kesempatan satu tahun sekali untuk menyelenggarakan acara dengan jatah tiga hari untuk setiap acara dan bisa memilih untuk mengakses fasilitas seperti grand auditorium, mini auditorium, grand amphitheater, mini amphitheater, student center, joglo, maupun rooftop. “Tiga hari itu untuk loading in, hari H acara, dan loading out, jadi semestinya cukup, dan semua itu tidak berbayar kecuali mahasiswa akan membangun panggung atau partisi. Tapi saya yakin, Ditmawa dan Universitas pasti akan support untuk tambahan dana,” tutur Myra.
Terkait dengan program Talent Development Class yang akan berlangsung secara hybrid pada 2 September – 2 Desember yang akan datang, Myra menjelaskan kelas tersebut adalah kelas pertama yang berlangsung di semester ganjil ini. “Nanti bisa dicek di Simaster masing-masing untuk perusahaan yang terlibat apa saja, yang jelas kami baru bekerja sama dengan BUMN, semoga semester depan kami bisa menghadirkan kelas-kelas dari private company,” tutup Myra mengakhiri wawancara.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie