
Sebastian Dittmer Isbye, mahasiswa Copenhagen Business School mengaku mendapat pengalaman berkesan saat menjadi peserta Program Global Summer Week (GSW) 2025 yang diselenggarakan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Untuk pertama kalinya dalam kegiatan belajar budaya, ia bisa memegang dan merasakan memegang busur, serta mencoba memanah. “Hmm senang bisa melakukan ini. Ini pengalaman pertamaku memegang panah”, ucapnya, Rabu (23/7).
Sebastian tidak akan pernah melupakan pengalaman ini. Baginya pengalaman ini tentu tidak bisa ia temukan di negara asalnya, Denmark. Keseruan bermain panah di perhelatan Program Global Summer Week (GSW) 2025, menurutnya bukan sekadar permainan tetapi jembatan untuk lebih mengenal kebudayaan Indonesia.
Sebastian mengaku senang berkesempatan berkunjung ke Indonesia melalui program ini. Senang bisa belajar secara langsung budaya Indonesia, meski di awal sempat merasakan gegar budaya. “Saya bersyukur tak butuh waktu lama dapat menyesuaikan diri setelah membaur bersama dengan peserta GSW lainnya. Sangat senang dapat mengenal budaya Indonesia”, terangnya.
Program Cultural and Outbound Activities di Candi Prambanan sebagai rangkaian Program Global Summer Week (GSW) 2025 disebutnya mendorong para peserta saling membuka diri dan berinteraksi dengan teman-teman yang sebelumnya belum dikenal. Keseruan pun terlihat dari 56 mahasiswa delapan universitas dari sembilan negara yang mengikuti kegiatan ini.
Kunjungan ke Candi Prambanan menjadi momen istimewa yang ditunggu para peserta GSW. Mereka mendapatkan pengalaman pembelajaran lintas budaya dalam kehangatan kebersamaan. Aktivitas inipun memicu terciptanya keakraban antar peserta semakin mendalam.
Megat Raimi bin Hezree Azwan, mahasiswa asal Malaysia yang mengambil studi di University of Canterbury, New Zealand mengungkapkan pengalaman pertamanya. Ia merasa senang dapat bertemu dengan banyak orang baru serta mengenal budaya lokal yang menurutnya memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan budaya di Malaysia maupun Selandia Baru.
Megat Raimi menilai masyarakat Indonesia lebih terbuka dan ramah-ramah. Kondisi ini memudahkannya dalam menjalin pertemanan. GWS 2025, menurutnya bukan hanya perjalanan untuk menambah wawasan, namun kesempatan membentuk koneksi emosional dengan budaya Indonesia. ”Awalnya, motivasi mengikuti kegiatan ini karena ingin mendapat kredit kuliah dengan mudah. Luar biasa yang saya peroleh lebih dari itu. Pengalaman-pengalaman ini jauh lebih berharga seperti belajar budaya baru dan menjalin pertemanan lintas negara,” imbuhnya.
Kesan yang sama diungkapkan Nurul Natasha binti Ismayudin dari University of Canterbury. Meski baru pertama kali berkunjung ke Indonesia, ia menyebut kegiatan eksplorasi ke kompleks Candi Prambanan sebagai kegiatan yang ia tunggu-tunggu. Ia pun mengungkapkan ketakjubannya ketika mengetahui bahwa candi Hindu terbesar di Indonesia ini masih aktif digunakan untuk kegiatan sembahyang. “Ketika mengetahui sejarahnya, saya tidak menyangka bahwa bangunan secantik ini pernah terkena dampak dari gempa bumi tahun 2006 dan sempat mengalami kerusakan. Seninya sangat luar biasa. Walaupun begitu, seni yang ada di dalam candi tersebut sangat luar biasa dan memiliki filosofi yang menarik,” jelasnya.
Reportase: Kurnia Ekaptiningrum/ Humas FEB UGM
Penulis : Agung Nugroho