Perguruan tinggi saat ini mempunyai peluang untuk ikut mengelola tambang, menyusul ormas keagamaan yang sebelumnya di beri izin untuk mengelola tambang. Usulan ini muncul dalam revisi Undang-Undang (UU) Minerba yang sedang dibahas di DPR. Baleg DPR RI memasukkan usulan agar perguruan tinggi dan UMKM diberi izin kelola tambang. Revisi UU Minerba ini disahkan sebagai usulan inisiatif DPR.
Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM Prof. Dr. Gabriel Lele, mengatakan sebaiknya kampus tidak membuka ruang untuk mendapat izin usaha pertambangan. Meski kampus tersebut sudah memiliki jurusan pertambangan dan berpotensi besar mendapat ladang sebagai lokasi laboratorium lapangan untuk mempraktekan keilmuan dan teknologi terkini. Menurutnya upaya pemberian izin tambang ini sebagai bentuk korporatisme baru pemerintah kepada pihak kampus. “Pemberian izin tambang ini sebagai bentuk korporatisasi atau lebih tepatnya bentuk korporatisme baru di lingkungan kampus,” ujarnya, Sabtu (1/2).
Lebih jauh Gabriel menjelaskan korporatisme ini sebagai strategi negara untuk menutupkan kelompok-kelompok di luar negara termasuk masyarakat sipil seperti kampus memberikan privilege, akan tetapi dengan syarat kemudian suara-suara kritis itu tidak boleh disampaikan. “Saya justru melihat bahwa hal ini juga merupakan bentuk pembungkaman suara kritis kampus secara halus,” katanya.
Bagi Gabriel, selama ini kampus selalu diminta masukan terkait perumusan kebijakan atau revisi undang-undang. Namun dengan adanya pemberian izin tambang ini menurutnya justru memberikan dampak negatif lebih besar. Ia melihat bahwa adanya potensi korupsi atau paling tidak moral hazard jika kampus diberikan hak mengelola tambang. Sebab, ketika kampus nantinya terjun ke dalam pengelolaan tambang maka logika yang digunakan tidak hanya semata-mata logika akademik, tetapi sebaliknya kampus harus menggunakan logika bisnis untuk hitung-hitungan untung dan rugi. “Lagi-lagi logika bisnis yang dipakai,” terangnya.
Terlepas dari pro-kontranya kampus mengelola tambang, menurutnya kampus perlu berembuk untuk satu suara menyampaikan masukan kepada pemerintah dan DPR. “Kalau ikut misalnya, ya menerima tawaran itu, apa saja yang harus diperhatikan. Kalau tidak ikut, kemudian apa plus minusnya. Jadi yang disebut dengan identifikasi dan manajemen risiko itu harus dilakukan karena itu prinsip dasar dalam setiap kebijakan. Sebab tidak ada satupun kebijakan yang bebas risiko,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik