
Indonesia meluncurkan satelit Nusantara 5 (N5) yang digadang merupakan satelit komunikasi terbesar di Asia Tenggara pada Kamis (11/9) malam di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat (AS). Satelit komunikasi ini ditujukan untuk mempercepat pemerataan internet hingga ke wilayah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T). Di balik pencapaian ini, fakta bahwa hingga saat ini seluruh satelit telekomunikasi milik Indonesia yang kini beroperasi masih dibuat dan diluncurkan oleh perusahaan asing menjadi sebuah hal yang perlu diperhatikan, mengingat ketergantungan Indonesia terhadap asing ini sudah berlangsung hampir 50 tahun sejak pertama kali Satelit Palapa diluncurkan pada tahun 1976.
Padahal, peran satelit penting bagi negara ini, karena selain untuk kepentingan komunikasi, satelit dapat digunakan untuk mengamati cuaca, kondisi, pertahanan dan ketahanan negara, bahkan kekayaan alam yang ada di Indonesia. Jika hal tersebut dimiliki oleh asing, maka akan ada kemungkinan mereka dapat lebih mengetahui data-data kekayaan yang tersimpan di negara ini melebihi diri kita sendiri.
Guru Besar Bidang Komputer Jaringan dan Pakar di Bidang Sistem Komunikasi Satelit, FMIPA UGM, Prof. Dr. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc., mengatakan Bangsa Indonesia sebenarnya mampu untuk mengupayakan kemandirian di bidang satelit. Menurutnya, Indonesia tidak kekurangan pengalaman dan pengetahuan akan pengembangan satelit secara mandiri. Hal ini dibuktikan ada mahasiswa bimbingannya yang ikut serta dalam pembuatan satelit Telkom 3. Meskipun tidak berhasil diluncurkan karena meledak di tengah jalan, namun hal ini membuktikan bahwa pengetahuan tersebut dimiliki oleh SDM di tanah air. “Jawabannya sangat bisa. Jadi tidak masalah kalau SDM kita dipercaya mengembangkan dan membuat sendiri. Pengalaman dan metodologi banyak dilakukan dari teman-teman LAPAN,” jelasnya saat ditemui di Fakultas MIPA, Rabu(17/9) lalu.
Lebih lanjut, ia pun menambahkan bahwa pada tahun 2010—2013 perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, seperti UGM,UI, ITB, ITS, PENS, dan TEL-U Bandung dan didukung oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) pernah melakukan proyek bersama untuk membuat satelit nano mandiri, dalam proyek INSPIRE (Inter-University Nano Satellite Project for Indonesian Education) atau proyek besar Satelit Perguruan Tinggi (IiNUSAT-1). Masing-masing bagian dari satelit ini diamanahkan kepada masing-masing universitas untuk bertanggung jawab atas bagian tersebut. Hal tersebut untuk menjawab tantangan dari kementerian untuk menunjukkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia mampu bersatu untuk mendukung program satelit itu. “Kita mengembangkan nano satelit mulai dari isi, kemudian spesifikasi teknis, dan kemudian sampai membuat prototipe yang diintegrasikan,” kenangnya.
Selain itu, ia pun menuturkan bahwa sebelumnya pernah ada pula rencana dari Badan Litbang Pertanian, untuk mengolah lahan pertanian dengan prediksi menggunakan satelit. Pada saat itu, biaya berlangganan data dari satelit asing ini sangatlah mahal. Bahkan, biaya membeli fotonya selama tiga tahun ini dapat digunakan untuk membiayai produk satelit itu sendiri. “Nah, di situ saya melihat ada tiga hal yang menurut saya perlu dipikirkan kembali. Pertama, dari sisi kebutuhan pertahanan, jelas kalah. Yang kedua, tidak percaya kepada pakar dalam negeri. Ketiga, dikontrakkan itu artinya duit malah keluar. Tapi ada yang paling penting dari itu, siapa yang menjamin bahwa kerahasiaan data kita?” tanyanya.
Tri Kuntoro mengingatkan pentingnya pemerintah untuk menjaga kedaulatan negara melalui upaya mendorong kemandirian pembuatan satelit. Meski teknologi ini itu harus terus dipelajari, diikuti, dikembangkan dan perlu mempraktikkan teknologi satelit tersebut. Apalagi di tengah perkembangan artificial intelligence yang saat ini terus berkembang.
Ia berharap pemerintah dapat lebih mempercayakan pengembangan dan penguasaan teknologi satelit ini pada SDM bangsa sendiri dibandingkan asing, karena melalui riset yang betul-betul mendalam dan berdampak pada kesejahteraan. “Jangan sampai orang lebih tahu bumi kita dibandingkan kita sendiri. Jangan juga sampai orang lebih tahu isi komunikasi antar pimpinan yang di Indonesia dibandingkan rakyatnya. Marilah kita membangun kedaulatan dengan membangun satelit secara mandiri,” pesannya.
Penulis : Leony
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Bisnis.com